REPRESENTASI FEMINISME SRIKANDI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG ORANG LAKON BISMA GUGUR
Abstract
Eksistensi Srikandi dalam petunjukan wayang orang lakon Bisma Gugur merupakan representasi dari emansipasi perempuan berbasis kultural Jawa. Fenomena di masyarakat sering muncul persepsi negatif bahwa dalam budaya Jawa dan juga Indonesia cenderung memosisikan perempuan menjadi subordinat laki-laki. Penelitian ini membahas nilai-nilai feminisme dalam tokoh Srikandi, yang dapat menjadi sumber inspirasi dan patut diteladani. Metode yang digunakan kualitatif dengan kajian semiotik interpretatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tanda dianalisis dengan pendekatan semiotika Van Zoest. Pemaknaan atas tanda dengan konsep Roland Brathes. Hasilnya dapat diformulasikan (1) nilai-nilai feminisme Srikandi bersifat kontradiktif. Kefeminimannya digunakan sebagai strategi untuk mengalahkan lawan. Hal tersebut merupakan gambaran dari suatu transformasi sosial untuk menciptakan keadaan kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki sehingga perempuan mendapatkan haknya dalam konteks bela negara. (2) nilai teladan dari tokoh Srikandi adalah: (a) nilai semangat pantang menyerah, (b) nilai keberanian dan tanggung jawab, (c) nilai menghormati dan saling menghargai, (d) nilai realita dan ilmu pengetahuan, dan (e) nilai estetika
Â
Srikandi character in a traditional stage performance Bisma Gugur shows a woman emancipation representation which expresses and struggle for woman’s right. A phenomenon which comes in society shows that woman’s existence is less in its part.The problem in this research is how the values of feminism in Srikandi character be an inspiration and model for the public society. The method used is qualitative with interpretative semiotic studies. Techniques of data collection by using interview, observation, and documentation. The sign analyzes with Van Zoest semiotic and its meaning by using Roland Brathes concept. The result shows (1) there is a contradictive in values of feminism of Srikandi in a traditional stage performance Bisma Gugur. Its feminism is used to as a strategy to against enemy. A contradictive feminism Srikandi value shows a portrait from social transformation to compose the same social status between woman and man, so she can get the same right to depend her country. (2) a good moral value from Srikandi is a) prohibition of surrender spirit , b) brave and responsible, c) respecting, d) reality value and science, and e) aesthetic value.
References
Cristomy, T dan Untung Yuwono, 2004. Semiotika Komunikasi. Depok: UI
Hersapandi. 1999. Wayang Wong Sriwedari: Dari Seni Istana Menjadi Seni Komersial. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Handayani, Cristina S dan Ardhiana Novianto. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: LKIS.
Isnoen, S Iswidayati.2006. Pendekatan Semiotik Seni Lukis Jepang Periode 80-90an Kajian estetika tradisional Jepang wabi sabi. Semarang:UNNES Press.
Jazuli, M. 2008. Pendidikan Seni Budaya Suplemen Pembelajaran Seni Tari. Semarang:UNNES Press.
Miles dan Huberman. 2007. Analisa Data Kualitatif (terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Nurhadi. 2004. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Transformasi Unsur Pewayangan Dalam Fiksi Indonesia. Yogyakarta: Gajahmada University.
Soedarsono. 1972. Djawa dan Bali. Dua Pusat Pengembangan Dramatra Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suseno, F.Magnis. 2001. Etika Jawa. Sebuah Analisa Falsafah tentang Kebijakan Hidup Orang Jawa. Jakarta: Gramedia.
Santosa. 2011. Komunikasi Seni. Aplikasi Dalam Pertunjukan Gamelan. Surakarta: ISI Press.
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Tong, Rosemarie Putnam, 2009. Feminist Thought: Pengantar paling komprehensif kepada arus utama pemikiran feminis. Terjemahan Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra.