EKSPRESI ESTETIK MAHASISWA SENI RUPA UNNES DALAM PENATAAN RUANG HUNIAN PONDOKAN (Kasus di Sekitar Kampus Sekaran Gunungpati UNNES )
Abstract
Mahasiswa Seni Rupa mempunyai kegiatan estetis atau kepekaan estetis yang terefleksi dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam kehidupan di ruang pondokannya. Penelitian bertujuan (1) mendeskripsikan pola bangunan pondokan di sekitar kampus Unnes (2) mendeskripsikn perwujudan ekspresi mahasiswa Seni Rupa Unnes dalam menata dan menyiasati ruang kamar pondokan, dan bagaimanakah kaitannya dengan pengalaman estetis mahasiswa sebagai bentuk eksistensi budayanya. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan memusatkan riset lapangan atau field research. Hasil penelitian menegaskan: (1) masyarakat Sekaran beriringan dengan pemenuhan kebutuhan primer selalu memanfaatkan pondokan, agar lebih menguntungkan dari segi faktor ekonomi (2) pendidikan seni membuat mahasiswa menjadi lebih kreatif dan inovatif, kegiatan estetis atau kepekaan estetis mahasiswa akan terefleksi dalam kehidupan sehari-hari bertujuan untuk memenuhi aspek fungsional dan aspek kepuasan jiwa pada akhirnya untuk menunjukkan identitas personal atau identitas seni. Kegiatan atau kepekaan estetis tidak mengenal ruang, waktu, dan masalah ekonomi. Pola, perilaku, cara berfikir, aktivitas mahasiswa seni tidak terlepas dari kegiatan seni, mereka selalu membutuhkan teman sesama untuk meringankan beban pekerjaannya. Hal tersebut akan terbawa ketika mereka menjadi seorang seniman, sehingga selalu terbentuk komunitas-komunitas seni dimanapun berada.
Fine Arts Scholars have the aesthetic activities or sensitivity that reflected on their daily live in their boarding houses. This research is intended to: (1) describe boarding house design around Unnes, (2) describe the implementation of Unnes fine arts scholars expression on arranging and investigating their boarding houses room and correlation aesthetic experience and their cultural existence. This research uses qualitative approach. The results are (1) the Sekaran inhabitans usually rent their private houses or lands to fulfill their primary needs; (2) the art knowledge that those scholars get can help them to be more creative and innovative. The aesthetics sensitivity of the scholars can be reflected on their daily life and surroundings that aimed to fulfil the functional and soul satisfacation to show their personal identity as artists. The aesthetic activities or sensitivity don’t care with the space, time and economical problems. The fine arts scholars attitude and point of view can not be separated from art activities, they always needs the support from other artists fellows that can be lightened up their work. This pattern will always be implicated even when they have already been artists.
References
Akmal, I. 2005. Menata Rumah dengan Estetika. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat. 2004 Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Rohidi, T.R. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin, Bandung: Nuansa Cendekia.
Metodologi Penelitian Seni, Semarang: Cipta Prima Nusantara
Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni, Semarang: Unesa.