ESTETIKA DAN SIMBOL DALAM WUWUNGAN MAYONGLOR SEBAGAI WUJUD SPIRITUAL MASYARAKAT
Abstract
Wuwungan merupakan bentuk simbol yang mewakili sebuah maksud yang ingin wujudkan melalui material baik bersifat aplikatif ataupun bersifat murni estetis. Bentuk yang terangkum dalam wuwungan merupakan salah satu wujud yang merepresentasikan hal tersebut akan tetapi masih banyak kajian yang harus ditelusuri terlebih karya wuwungan merupakan bentuk yang merepresentasikan percampuran budaya. Pola konstruksi, bentuk serta implementatif terhadap atap bangunan adalah sistem yang perlu dibedah, dikaji dan dikomparasikan sebagai wujud untuk mengetahui seberapa jauh terkait antara unsur spritual, masyarakat dan pengguna wuwungan. Kualitatif merupakan metode yang peneliti gunakan dengan pendekatan formalitas yang melihat sosok sebagai fokus utamanya. Wuwungan Mayonglor merupakan gambaran kreasi imajinatif dari alam pikiran tidak sadar dan dituangkan dengan bentuk simbol dengan mengusung estetis dimana keindahan bersifat terpusat atau berakar dari tuhan penyatuan antara makrokosmos dan mikrokosmos atau salah satu diantaranya sebagai wujud ungkapan spiritual masyarakatnya.
Wuwungan are symbols that represent a purpose to be realized trough both object are aplicable and are purely aesthetic. form are summarized in wuwungan is one of manifestation are display it, but still many of studies should explore first to know wuwungan is a form that represents the meaning of culture.patern of shape and construction of the building are implementable system that need to be studied and dissected olso compare as form to find out how much related between the spiritual element of the wuwungan user and society. Kualitatif research is a method used with formalities approach to see form as the main focus. Mayonglor wuwungan is an overview of imaginative creation of the mind is unconscious and poured symbolic form of engagement with the lifting aestetic where beauty is centralized or rooted in divine union of the macrocosm and micrososm or one of them as form of spiritual expresison society.References
Boas, F. 1995. Primitive Art. New York: Dover Publications, Inc.
Dillistone, F.W. 2002. Daya Kekuatan Simbol terjemahan Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius.
Djono. Utomo, Tri Prasetyo. Subiyantoro, Slamet. 2012. Nilai kearifan lokal rumah tradisional jawa. Humaniora. 24[3]:269-278
Hidayatun, Maria I. Pendopo Dalam Era Modernisasi: Bentuk, Fungsi Dan Makna Pendopo Pada Arsitektur Tradisional Jawa Dalam Perubahan Kebudayaan.Dimensi Teknik Arsitektur.27[1]:37-47
Miles, H B. dan Heberman A M. 1992. Analisis Data Kualitatif (terj. Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.
Muchadi. 2010. Pendekatan Semiotik Motif Batik Lasem: Tanda-Tanda Dalam Kehidupan Masyarakat Pesisir. Tesis. Semarang, Program Pasca Sarjana UNNES
Munfarida, Elya. Formulasi Konsep Estetika Seni Islam dalam Perspektif Ismail Raji al-Faruqi. Ibda`. 3 .[2] :16-232
Pridjotomo, Josef. 1999. Griya Dan Omah, Penelusuran Makna Dan Signifikasi Di Arsitektur Jawa; Dimensi Teknik Sipil. 27[1]:30-39
Rohidi, T.R. 2000. Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung:STSI Press.
_________ . 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Bandung: Nuansa
_________ . 2011. Metodologi penelitian seni. CV.Cipta Prima Nusantara Semarang.
Rahardjo, Turnomo. 2009. Cetak Biru Teori Komunikasi Dan Studi Komunikasi Di Indonesia. Artikel simposium nasional. Fisip UNDIP
Sugiharto, Bambang, 2013. Untuk apa Seni. Bandung: Matahari
Sunaryo, Aryo. 2009. Ornamen Nusantara. Kajian Khusus Tentang Ornamen Indonesia.Semarang: Dahara Prize
Subiyantoro, Slamet. 2011. Rumah tradisional joglo dalam estetika tradisional jawa, jurnal bahasa dan seni. 39[1]:68-78
Syah, Mujib Herdiyan. 2009. Rumah Tradisional Kudus:Pengaruh Budaya Islam Dalam Rumah Tradisional Kudus. Tesis. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah
Zaenuri, Ahmad. 2008. Estetika ketidaksadaran: Konsep Seni Menurut Psikoanalisis Sigmund Freud. Jurnal unnes. ...[...] :1-14