Nasionalisasi Tambang Minyak di Cepu dan Pengelolaannya Tahun 1950-1966

  • Siti Nur Fatimah
  • Wasino Wasino
  • Bain Bain

Abstract

Setelah proklamasi kemerdekaan, semua perusahaan-perusahaan masih dikuasai oleh pihak asing. Adanya kebuntuan dalam perjuangan pengembalian Irian Barat dari pihak Belanda ke Indonesia melalui jalur diplomasi setelah perjanjian KMB membuat bung Karno mengambil keputusan yang ekstrim dengan membatalkan perjanjian KMB secara sepihak dan ingin menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Belanda. Nasionalisasi merupakan suatu proses untuk mengakhiri dominasi asing dengan merubah sistem perekonomian kolonial menjadi ekonomi nasional dengan membuat perubahan status perusahaan milik Belanda menjadi milik negara Indonesia yang diharapkan kedepannya mampu memajukan perekonomian di Indonesia. Proses nasionalisasi awal dilakukan pada tahun 1957 oleh pengusaha Militer Territorium IV dengan nama Tambang Minyak Nglobo CA. Nasionalisasi secara hukum sesuai dengan UU No.86 Tahun 1958. Pada tahun 1962 tambang minyak Cepu yang masih dikuasai oleh Bataafche Petroleum Maatscappij (BPM/Shell) kemudian diambilalih oleh pemerintah Indonesia dengan ganti rugi. Setelah perusahaan yang dibeli oleh pemerintah dan kemudian dikelola oleh pemerintah mengalami penurunan produksi. Nasionalisasi dilakukan dengan spontan dan dalam perusahaan pertambangan minyak membuat kekurangan pegawai yang kompeten dalam bidangnya sehingga pada tahun 1966 setelah melalui perundingan tambang minyak Cepu yang mengalami penurunan produksi telah disepakati untuk diserahkan kepada Lemigas untuk dijadikan pusat pendidikan dan pelatihan minyak dan gas bumi. Setelah itu didirikan Akademi Minyak dan Gas Bumi (Akamigas) tahun 1966. Untuk menyelenggarakan pengelolaan Akamigas di Cepu, maka dibentuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan Lapangan Minyak dan Gas Bumi (Pusdiklap Migas). Lapangan minyak yang ada kemudian dijadikan sebagai sarana peragaan pendidikan.

Published
2017-12-08