Budaya Gastronomi dalam Pengembangan Desa Wisata di Sulawesi Selatan
Abstract
Cita rasa makanan yang berasal dari pedesaan biasanya memiliki keunikan yang berbeda dengan daerah lainnya. Semisal untuk Suku Makassar, terdapat Konro, Coto, Pallumara, Pallubasa sedangkan Suku Bugis, terdapat Barongko, Nasu’ Palekko, dan Gammi Bete-bete. Namun makanan tradisional tersebut kurang begitu menjadi identitas desa, bahkan telah mulai dilupakan. Malahan lebih populer di perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini hadir untuk mengungkap gastronomi melalui pengembangan desa wisata di Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 (tujuh) desa wisata di provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Pinrang yang dipilih sebagai representasi wilayah yang mewakili etnik Makassar, Bugis, dan Toraja, Responden penelitian ini sebanyak 400 orang wisatawan yang dipilih dengan metode purposive random sampling. Teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara, kritik sumber, intepretasi dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik produk gastronomi sebagai daya tarik wisata sebahagian besar berasal dari asimilasi budaya dengan budaya China dan Arab. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan potensi gastronomi adalah belum adanya standardisasi produk, keterampilan masyarakat dalam pengolahan dan penyajian serta ketersediaan bahan baku pada desa wisata. Mengembangkan gastronomi diperlukan strategi pemodelan pengelolaan desa wisata yang lebih baik dan terencana mengingat persepsi yang sangat positif dari wisatawa yang berkunjung untuk menikmati gastronomi