Hiperealitas Kampung Pelangi Semarang

  • Siti Suci Wulandari
  • Asma Luthfi

Abstract

Program Kampung Pelangi Semarang merupakan salah satu program Pemerintah Kota Semarang untuk merenovasi perkampungan kumuh yaitu Kampung Wonosari. Kampung Pelangi menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Semarang yang populer dan banyak didatangi oleh pengunjung. Tetapi, populernya Kampung Pelangi tidak merujuk pada referensi utamanya, sehingga menyebabkan terjadinya hiperealitas. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui hiperealitas yang terjadi di Kampung Pelangi. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kampung Pelangi berawal dari ketertarikan pemerintah terhadap kampung wonosari yang terlihat kumuh setelah dilakukan pemugaran pasar kembang, 2) Masyarakat mengekspresikan perasaan cemas saat awal program melalui aktifitas menutup pintu, dan duduk di depan rumah. Histeria pengunjung yang datang ke Kampung Pelangi terdiri dari histeria untuk dikonsumsi publik massa, dan mengisi waktu luang tanpa memiliki tujuan yang jelas, 3) Hiperealitas Kampung Pelangi dilakukan melalui bantuan teknologi simulasi seperti fotografi yang  menghasilkan citra atau realitas semu. Kampung Pelangi memiliki polisemi makna baik di masyarakat, pengunjung, maupun pemerintah.

The Program of Kampung Pelangi Semarang (Rainbow Village) is one of the programs from the Semarang City Government to renovate one area of highly populated village in this city (slums), namely Wonosari Village. Kampung Pelangi has become a popular tourist destination in the city and is visited by many visitors. However, the popularity of Kampung Pelangi does not refer to its main reference, which causes hyperreality. This article aims to find out the hyperreality occurs in Kampung Pelangi. Method used in this study is qualitative. Data collection techniques used in this study are observation, interviews and documentation. The results of this study indicate that: 1) Kampung Pelangi was originated from the government's interest in the village of Wonosari which looked rather shabby after the restoration of Pasar Kembang (flower market), 2) Citizens expressed anxiety at the beginning of the program through closing the door, and sitting in front of the house. The hysteria of visitors who come to Kampung Pelangi consists of hysteria to be consumed by the masses, and to fill their spare time without having a clear goal, 3) The hyperreality of Kampung Pelangi is supported by the simulation of technology such as photography that produces false images or reality. Kampung Pelangi has a polysemy definition in the community, visitors, and the government.

Published
2019-01-03
Section
Articles