EFEKTIVITAS ZPT 2,4 D PADA MEDIUM MS DAN LAMA PENCAHAYAAN UNTUK MENGINDUKSI KALUS DARI KOTILEDON KEDELAI
(1) FMIPA UNNES Gd D6 Lt 1 Jln. Raya Sekaran- Gunungpati- Semarang 50229 Telp./Fax. (024) 8508033
(2) FMIPA UNNES Gd D6 Lt 1 Jln. Raya Sekaran- Gunungpati- Semarang 50229 Telp./Fax. (024) 8508033
(3) FMIPA UNNES Gd D6 Lt 1 Jln. Raya Sekaran- Gunungpati- Semarang 50229 Telp./Fax. (024) 8508033
Abstract
Dalam upaya menghasilkan kedelai yang tahan terhadap hama penyakit, dan cekaman, maka dilakukan pemuliaan dengan kultur jaringan, melalui kalus. Penggunaan kalus sebagai tahap penelitian selanjutnya yaitu induksi variasi somaklonal atau transformasi genetik. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi cahaya, konsentrasi 2,4 D optimal dalam setiap kombinasi perlakuan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 2 faktor. Konsentrasi 2,4-D dan keadaan cahaya. Konsentrasi 2,4-D terdiri dari 4 taraf (0 ppm; 3 ppm; 6 ppm; dan 9 ppm;) dan 2 taraf lama pencahayaan (24 dan 0 jam). Variabel yang diamati adalah waktu muncul kalus, persentase tumbuh kalus dan berat kalus. Hasil penelitian menunjukan konsentrasi 2,4 D merupakan faktor yang mempengaruhi induksi kalus, interaksi 2,4 D dan kondisi pencahayaan tidak berpengaruh terhadap pembentukan kalus. Interaksi 2,4 D dan kondisi pencahayaan tidak ada yang efektif untuk menginduksi kalus. Berdasarkan uji Duncan dihasilkan konsentrasi 2,4-D yang paling optimal adalah 9 ppm.
Â
In an effort to produce soybean that are resistant to pests and diseases and stress, the breeding was done by tissue culture, through callus. The use of callus is the further step in the research phases of somaclonal induction or genetic transformation. This study aimed to determine the condition of light, the optimal concentration of 2,4 D in any combinations of treatment. The research was using randomized block design consisting of two factors: the concentration of 2,4 D and the light. There was 4 levels of 2,4 D concentration (0 ppm; 3 ppm; 6 ppm; 9 ppm), and 2 levels of light exposure (24 and 0 hours). The observed variable was the time of the callus emerged, the percentage of the callus growth and the weight of the callus. The result showed that the concentration of 2,4 D was the factor affecting callus induction, whereas 2,4D and the interaction of light condition was not effective to induce callus. Based on Duncan test, the optimum concentration of 2,4 D was 9 ppm.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
BPS. 2011. Luas panen produktivitas dan produksi kedelai menurut Provinsi Jakarta. Diunduh di http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=53¬ab=12. tanggal 10 Juni 2011.
Khumaida N & Handayani T. 2010. Embryogenic callus induction and proliferation on several soybean genotypes. J. Agron Indonesia 38(1): 19-24.
Mulyaningsih T & Aluh N. 2004. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan. mikropropagasi. Diunduh di http://elearning.Unram.ac.id/K tanggal 20 oktober 2008.
Radhakrishnan dan Ranjithakumari BD. 2004. Callus induction and plant regeneration of Indian soybean (Glycine max (L.) Merr. cv. CO3) via half seed explant culture. Journal of Agricultural Technology. 3(2): 287-297.
Santoso U & Nursandi F. 2003. Kultur jaringan tanaman. Malang : Pusbitan UMM.
Yasmien WG. 2005. Pembentukan senyawa alkaloid kinolina dalam kultur kalus Cinchona ledgeriana (Howard) Moens pada kondisi terang dan gelap. Diunduh di http://www.ylti.or.id/ jbptitbbi-gdl-s1-2004-nenychairu tanggal 15 Maret 2011.
Yelnititis. 2005. Peningkatan pembentukan embrio somatik tanaman Shorea pinanga Scheff. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.