Pemanfataan Wilayah Geostationer Orbit dan Satelit (Kajian Terhadap Kedaulatan Negara Indonesia)

Diah Apriani Atika Sari(1),


(1) Jl.Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 Indonesia

Abstract

Geostationer Orbit (GSO) memiliki kekhususan yang unik bila dibandingkan dengan bagian bumi lainnya yaitu satelit atau benda langit lain yang ditempatkan di GSO akan tampak stasioner bila dilihat dari bumi. Karakteristik wilayah Indonesia yang sesuai dengan ciri-ciri yang dimiliki GSO menjadikan wilayah ini sebagai sumber daya terbatas (limited natural resources). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan Geostationer orbit dan statelit dalam kaitannya dengan pengamanan kedaulatan Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara katulistiwa yang diligkari GSO terpanjang didunia mempunyai kepentingan yang vital atas wilayah ini karena menyangkut kedaulatan yang dimiliki dari adanya pemanfaatan bersama. Pemanfaatan satelit di wilayah GSO harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Space Treaty sebagai induk Hukum Angkasa, antara lain menghormati kedaulatan negara lain, dengan tujuan damai dan untuk kemakmuran umat manusia. Namun tidak menutup kemungkinan pemanfaatan satelit diwilayah GSO ini bisa jadi digunakan bukan untuk tujuan damai yang bisa melanggar kedaulatan negara yang dimungkinkan terjadi di atas wilayah katulistiwa termasuk pelanggaran terhadap kedaulatan negara Indonesia. Pemanfaatan satelit yang bisa mengakibatkan pelanggaran kedaulatan negara khususnya negara Indonesia antara lain digunakan untuk kegiatan mata-mata, penginderaan jarak jauh  tanpa ijin dari negara yang wilayahnya diindera dan siaran langsung melalui satelit berupa hasutan, propaganda yang dapat menggoyahkan stabilitas negara terutama Indonesia.

 


Geostationary orbit (GSO) has a unique specification when compared with other earth’s part, satellite or other celestial bodies are placed in the GSO will appear stationary when viewed from Earth. Characteristics of Indonesia in accordance with the characteristics that have made the GSO region as limited resources (limited natural resources). This study aims to analyze the use of geostationary orbit and statelit in connection with securing the sovereignty of Indonesia. The data used is secondary data. The analytical method used is descriptive qualitative. These results indicate that the equatorial Indonesia as a country which has the world’s longest GSO is cylicled by the vital interests of the territory because it involves sovereignty possessed of a joint use. Use of satellites in the GSO shall be in accordance with the principles set out in Space. Space Law Treaty insist to respect the sovereignty of other countries, with the goal of peace and prosperity for mankind. The use of GSO satellites in the region can not be used for peaceful purposes could violate the sovereignty of that might happen in the equatorial region, including violation of the sovereignty of Indonesia. Utilization of satellites that could result in violation of the sovereignty of nations, especially Indonesia, among others, are used for spying, remote sensing without the consent of the state whose territory sensed and broadcast live via satellite in the form of incitement, propaganda which can destabilize countries, especially Indonesia.

Keywords

Geostationary orbit; The satellite; The sovereignty of indonesia; Peanggaran.

Full Text:

PDF

References

Adimihada, K. 2001. Kearifan Lokal Komunitas Dapat Mengelola Sumber Daya Agraria, Jurnal Analisis Sosial, Vol 6.

Bower, E. 2011. CSIS Southeast Asia 1Q. Update: Director’s Report, Volume II Issue No.6, April.

Kholik, A. 1993, Kajian Hukum Internasional Terhadap Penginderaan Jauh, Jakarta, LAPAN Nomor : 141 / 1993.

Kraft, H.J.S. 2011. Human Rightsin Southeast Asia: The Search for Regional Norms, (Washington: East Asia Center)

Kusumaatmadja, M. 1999, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Putra Abardin.

Mansur, A. 2011. Flight Information Region (FIR): Implikasi Penguasaan Air Traffic Control Oleh Singapura di Kepulauan Riau. Jurnal Pertahanan Vol.1 No.1, Januari 2011. ISSN. 2087-9415.

Martono, K. 1987, Hukum Udara, Angkutan Udara Dan Ruang Angkasa, Bandung, PT. Alumni.

Ode, L.MD. 2012. Kedaulatan Wilayah Perbatasan Dalam Perspektif Politik Etnisitas Dan Sosial Budaya Jurnal Pertahanan. Edisi 1 Vol. 1. ISSN. 2087-9415.

Sihombing, T. 2008. Pentingnya Pos Lintas Batas (PLB) Aruk Ditingkatkan Menjadi Tempat Penmeriksaan Imigrasi (TPI). Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Vol. 2 (1).

Suherman, E. 2000, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Jakarta, CV.

Sumardi, J. 1996, Hukum Angkasa (Suatu Pengantar), Jakarta, PT. Pradya Paramita

Supancana, I.B. dalam Seminar Aspek Regulasi Dalam Pemanfaatan Orbit Khususnya Orbit Geostationer Dan Kaitannya Dengan Kepentingan Indonesia, Bandung, 1994

Suyudi, S. 1991, Space Treaty 1967 Dan Masalah Penggunaan Antariksa Untuk Kegiatan Militer, Jakarta, LAPAN Nomor : 22 / 1991

Tobing, R.L. 1999, Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional Tentang Hukum Dirgantara, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI.

Treaty on Principles Governing the Activities of State in the Exploration and Use of Outer Space, Including the Moon and Celestial Bodies, 1967.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Traktat Mengenai Prinsip-Prinsip Yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara Dalam Eksplorasi Dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan Dan Benda- Benda Langit Lainnya.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.