ANOMALI POLA ASUH: KERATON YOGYAKARTA, 1921-1939

Mutiah Amini(1),


(1) Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

Abstract

This paper is a historical study of the shifting of parenting pattern in Keraton Yogyakarta during Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. In the custom of the family life in Keraton Yogyakarta, especially for the royal family, a newborn child was cared by parents and housekeepers (mbok mban/abdi dalem). However, the changes was happened in the period of Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. The Dependency of chain parenting against house aids was changed through storage sons of kings in the European family. In this condition, the anomaly was happened because in the midst of the parenting, Sultan is responsible to maintaining and reproducing the Javanese culture in the palace. Because of that, Sultan would entrust to the European family upbringing. This condition is certainly vulnerable to the overall sustainability of Javanese culture.

 

Tulisan ini merupakan kajian historis terhadap pergeseran pola asuh yang terjadi di Keraton Yogyakarta pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Suatu kebiasaan dalam kehidupan keluarga Jawa, terutama dalam keluarga keraton bahwa seorang anak yang baru lahir selain diasuh oleh orang tua juga diasuh oleh pembantu rumah tangga (mbok mban/abdi dalem). Akan tetapi, perubahan pola asuh terjadi pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Rantai ketergantungan pola asuh terhadap pembantu rumah tangga diubah melalui penitipan putra-putra raja pada keluarga Eropa. Dalam kondisi inilah anomali pola asuh kemudian terjadi. Ini terjadi karena di tengah-tengah tanggung jawab Sultan untuk tetap mempertahankan dan mereproduksi budaya Jawa di dalam lingkungan keraton, ia justru mempercayakan pola asuh pada keluarga Eropa, yang pada akhirnya memberikan pengaruh yang tidak sedikit pada keberlangsungan kebudayaan Jawa.

 

Keywords

pola asuh, anak, keraton, Yogyakarta, Sri Sultan HB VIII, abdi dalem

Full Text:

PDF

References

Atmakkusumah (ed.). 1982. Tahta untuk Rakyat. Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. Jakarta: Gramedia.

Condronegoro, Mari S. 1995.Busana Adat Kraton Yogyakarta 1877-1937: Makna dan Fungsi dalam Berbagai Upacara. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Depdikbud.

Errington, Joseph. 1982. “Speech in the Royal Presence: Javanese Palace Language”. Indonesia, 34, October, hlm. hlm. 89-101.

Hamengku Buwono IX, Pengorbanan Sang Pembela Republik, 2014. Jakarta: KPG.

Hermono, Ulli. 2014. Gusti Noeroel, Streven naar Geluk, Mengejar Kebahagiaan. Jakarta: Kompas.

Ingleson, John. 1983. Jalan ke Pengasingan: Pergerakan Nasional Indonesia Tahun 1927-1934. Jakarta: LP3ES.

Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme: Jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 1988. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Marsono, dkk. 1991. Centhini, Tambangraras-Amongraga. Yogyakarta: Balai Pustaka.

Moedjanto, G. 1994. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Moedjanto, G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius.

Moertono, Soemarsaid. 1985. Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau: Studi tentang Masa Mataram II, Abad XVI Sampai XIX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Paku Buwono IX. 1983. Wulang Dalem Warna-Warni. Alih bahasa Surachmat dan Supadiyono. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Poerwokoesoemo, Soedarisman. 1985. Kasultanan Yogyakarta: Suatu Tinjauan tentang Kontrak Politik, 1877-1940. Diterjemahkan oleh E. Suherman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poeze, Harry A. 2008. Di Negeri Penjajah, Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950. Jakarta: KITLV.

Rama, Ageng Pangestu. 2007. Kebudayaan Jawa, Ragam Kehidupan Kraton dan Masyarakat di Jawa, 1222-1998. Yogyakarta: Cahaya Ningrat.

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi, 2005.

Ricklefs, M.C. 1974. Jogjakarta under Sultan Mangkubumi 1749-1792: A History of the Division of Java. London: Oxford University Press.

Rouffaer, G.P. 1931. Vorstenlanden, Adatrechtbundel XXXIV, ‘S Gravenhage.

Senarai Kekancingan No. 348. Arsip Keraton Yogyakarta.

Soemardjan, Selo. 1978. “The Kraton in the Javanese Social Structure”, dalam Haryati Soebadio dan Caroline du Marchie Sarvaas (eds.). Dynamics of Indonesian History. Amsterdam: North Holland.

Soemardjan, Selo. 1989. “In Memoriam: Hamengkubuwono IX, Sultan of Yogyakarta, 1912-1988.” Indonesia, 47, April, hlm. 115.

Soeratman, Darsiti. 2000. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta, 1830-1939. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.

Sukmawati. 2004. “Gaya Busana di Kraton Yogyakarta pada Tahun 1877-1939.” Skripsi. Jurusan Sejarah FIB Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Surjomihardjo, Abdurrachman. 200. Sedjarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta 1880-1930. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.

Sutjipto, F.A. 1978. Struktur Birokrasi Mataram. Yogyakarta: Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.

Tim Kompas. 2012. 100 tahun Sultan Hamengku Buwono IX, Sepanjang Hayat Bersama Rakyat, Jakarta: Kompas.

van der Wal, S.L. 1963. Het Onderwijsbeleid in Nederland Indie. Groningen: J.B. Wolters.

Wicaksono, Dwi Hadiyanto. 1999. “Tari Bedhaya Semang Sebuah Ritus di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat (1755-1921)”. Skripsi. Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.