MASS EDUCATION: ELITE’S CITIZENSHIP PROJECT AND THE MAKING OF PUBLIC INTELLECTUALITY IN EARLY INDEPENDENT INDONESIA

AGUS SUWIGNYO(1),


(1) History Department, Universitas Gadjah Mada

Abstract

This paper examines the government policy on ‘mass education’ (pendidikan masyarakat)      during the Indonesian state formation of the 1950s. The mass education program was launched by the government as a medium for the making of citizenship. The aim was to improve the people’s knowledge and consciousness of becoming citizens. The program was thus an instrument of nation-state building. Today, in the post-Reformasi era, as identity politics is strengthening to result in the crisis of shared citizenship, a discussion on the mass education program re-gains a relevance. Using the concept of public intellectual, this paper argues that the mass education program of the 1950s was an effective medium for the making of citizenship because it enhanced participatory engagement between the elite and the people. However, the program also reflected the policy makers’ strategies for disseminating Pancasila, the state ideology, thus promulgating the elite’s ideologization of the people.

 

Artikel ini mengkaji kebijakan pemerintah tentang pendidikan masyarakat dalam periode awal pembentukan negara Republik Indonesia pada dekade 1950an. Program pendidikan masyarakat diluncurkan oleh pemerintah sebagai medium untuk membentuk sikap kewargaan. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran rakyat tentang ‘bagai-mana menjadi warga negara’. Program ini dengan demikian merupakan instrumen pembangunan negara (state building). Pada era pasca-Reformasi saat ini ketika politik identitas kembali menguat sebagai krisis atas sikap kewargaan, diskusi tentang program pendidikan masyarakat tahun 1950an memperoleh konteks relevansinya kembali. Menggunakan konsep ‘intelektual publik’, artikel ini menegaskan bahwa program pendidikan masyarakat tahun 1950an menjadi medium efektif bagi pembentukan sikap kewargaan karena prog-ram tersebut memacu keterlibatan dan keterhubungan antara kaum elit dan rakyat. Namun, program pendidikan masyarakat tahun 1950an juga mencerminkan strategi para pengambil kebijakan tentang cara menjabarkan Pancasila sebagai ideologi negara, dan karena itu program tersebut mencerminkan proses ideologisasi yang dilakukan oleh elit penguasa atas cara berpikir dan cara bersikap warga negara.

 

Keywords

Indonesian citizenship; mass education; the 1950s; state formation

Full Text:

PDF

References

Acts No. 22/1999 and No. 32/2004 on local autonomy and decentralization

Agung, Anak Agung Gde Putra. 2011. “Konflik Komunal, Konflik Internal Etnis Bali: Kasus di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng”. In Agus Suwignyo, Abdul Wahid and Widya Fitria Ningsih (Eds.). Sejarah sosial (di) Indonesia: Perkembangan dan Kekuatan: 70 Tahun Prof. Dr. Suhartono Wiryo Pranoto. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, pp. 226-36.

Anderson, Benedict R. O’G. 2012. “Public Intellectuals”. in Khoo Boo Teik and Tatsuya Tanami (eds). Asia—Identity, Vision and Position. Tokyo: The Nippon Foundation, pp. 44–53.

Booth, Anne. 2011. “Splitting, Splitting and Splitting Again: A Brief History of the Development of Regional Government in Indonesia since Independence’, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 167(1): 31-59.

Citizenship. 2011. In Wikipedia. Retrieved October 9, 2011 from http://en.wikipedia.org/wiki/Citizenship on October 9.

Dakhidae, Daniel. 2003. Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Department of Information. 1950. Rentjana Mass Education. Jakarta: Department of Information.

Department of Mass Education. 1953. Mass Education in Indonesia. Jakarta: Ministry of Education, Instruction and Culture, Republic of Indonesia.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010. Letter No. 06/D/T/2010 January 5. ”Penyelenggaraan Perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi”

Djenderal Soeharto, “Potensi Guru Sangat Vital bagi Pembangunan Masjarakat Pantjasila: Pidato Sambutan Djenderal Soeharto pada Harlah ke-XXI PGRI di ‘Gita Bahari’”, in Prasaran dan Usul-Usul untuk Konggres ke XI PGRI di Bandung pada Tanggal 15 s/d 20 Maret 1967 (Jakarta[?]: Pertjetakan Harapan Masa, 1967), 108-11.

Fearnley-Sander, Mary and Ella Yulaelawati. 2008. ’Citizenship Discourse in the Context of Decentralization: The Case of Indonesia’. in David L. Grossman, Lee Wing On and Kerry J. Kennedy (eds). Citizenship Curriculum in Asia and the Pacific. Hong Kong: Comparative Education Research Centre, The University of Hong Kong, pp. 111-26

Gayatri, Irine Hiraswari. 2010. “Nationalism, Democratisation and Primordial Sentiment in Indonesia: Problems of Ethnicity versus Indonesianness (the Cases of Aceh, Riau, Papua and Bali).” Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities, 3: 189-203.

Hutasoit, M. 1954. Compulsory Education in Indonesia. Paris: UNESCO.

Kabinet Perdana Menteri Republik Indonesia Yogya No. 40, ANRI

Kabinet Presiden No. 1126, 1133, ANRI

Kompas Daily. 2011. “Menggali Pancasila dalam Penanda Baru”, ”Agar Kehidupan Bahagia dan Sejahtera”, ”Menjaga Garuda Tetap Kokoh”, ”Agar Dawai Kecapi Tak Putus”, ”Ideologi Pancasila Bukan Frasa Mati”, May 27, pp. 1,19,37-40.

Lindayanti and Zaiyardam Zubir. 2015. “Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Plural: Jambi 1970—2012”, Paramita: Historical Studies Journal, 25(2): 169—84.

Mauldin, Lloyd Wesley. 1961. “The Colonial Influences of Indonesian Education.” Ph.D. Diss., George Peabody College for Teachers, Nashville, Tennessee.

McBeth, John. 2002. “Pembaruan Politik.” in Rob Goodfellow (ed.) Indonesia Pasca Soeharto, pp. 3-25. Yogyakarta: Tajidu Press.

Ministry of Education, Instruction and Culture. 1951. Mass Education in Indonesia: A Contribution Based on Our Experience with Reference to Mass Education in Indonesia. Jakarta: Ministry of Education, Instruction and Culture.

Muhammad Yamin No. 247, ANRI

Nordholt, Henk Schulte. 2008. “Identity Politics, Citizenship and the Soft State in Indonesia: An Essay.” Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities, 1(1): 1-21.

Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2011. “Wajah Indonesia, Pluralisme Tanpa Multikulturalisme? Sketsa-sketsa Pemikiran Antropologis.” In Agus Suwignyo, Abdul Wahid and Widya Fitria Ningsih (Eds.). Sejarah Sosial (di) Indonesia: Perkembangan dan Kekuatan: 70 Tahun Prof. Dr. Suhartono Wiryo Pranoto. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. pp. 274-88.

Rahardjo, Dawam. 1996. Kebebasan Cendekiawan: Refleksi Kaum Muda (Yogyakarta: Bentang Budaya.

Sekretaris Kabinet-Bagian Undang-Undang No. 143, ANRI

Suwignyo, Agus. 2010. “The Making of Public Intellectuality in Early Independent Indonesia”, paper presented at Yale Indonesia Forum, New Haven Connecticut, October 7.

Suwignyo, Agus. 2012, “The Breach in the Dike: Regime Change and the Standardization of Public Primary School Teacher Training in Indonesia 1892—1969”, Ph.D Dissertation. Leiden University.

Suwignyo, Agus. 2013 “Kosongnya Kampus Kita”, Kompas, 30 October, p. 6

Zubir, Zaiyardam and Hary Efendi. 2011. “Saniang baka dan muaro pingai: Bacakak antarkampung nan tak berkesudahan”, in Agus Suwignyo, Abdul Wahid and Widya Fitria Ningsih (Eds.). Sejarah Sosial (di) Indonesia: Perkembangan dan Kekuatan: 70 Tahun Prof. Dr. Suhartono Wiryo Pranoto. Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, pp. 57-70.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.