Tracing the Historical Evolution of Form and Aesthetic Meaning in Dhadak Merak Reyog Ponorogo, 1920s-1990s
(1) Universitas Muhammadiyah Ponorogo
(2) Universitas Muhammadiyah Ponorogo
(3) Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Abstract
The Dhadak Merak Reyog Ponorogo is a mask that embodies aesthetic and philosophical values. Therefore, this study aims to capture the form of Dhadak Merak Reyog Ponorogo over time and uncover the values it represents. The methodology in this research uses a visual semiotics approach to explain the symbols in Dhadak Merak Reyog Ponorogo. The findings reveal that the development of Dhadak Merak was initially very simple, lacking peacock feathers, and performed by two people acting as jegol in the 1920s. Subsequently, the peacock appearance was neatly arranged, but it did not have peacock cohong until 1940. During the Sukarno period, the peacock cohong began adorning Dhadak Merak, giving it a realistic impression until the New Order era, when the form of Dhadak Merak was standardized. The evolution of Dhadak Merak’s form is related to the community’s social, political, and economic conditions. Dhadak Merak holds meanings that symbolize the representation of a king and queen, embodying high aesthetic and philosophical values for the people of East Java, Indonesia.
Dhadak Merak Reyog Ponorogo merupakan sebuah topeng yang mengandung makna nilai estetis dan filosofis. Oleh karena itu penelitian ini ingin memotret bentuk Dhadak Merak Reyog Ponorogo dari waktu ke waktu serta mengungkap nilai yang terkandung di dalamnya. Metodologi dalam penelitian ini mengunakan pendekatan semiotika visual untuk menjelaskan simbol-simbol secara objektif yang terdapat dalam Dhadak Merak Reyog Ponorogo. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perkembangan Dhadak Merak pada awal sangat sederhana, belum memiliki bulu merak dan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai jegol tahun 1920an. Selanjutnya tampilan burung merak sudah ditata dengan rapi tetapi belum memiliki cohong burung merak sampai dengan tahun 1940. Pada periode Sukarno, cohong burung merak sudah menghiasi Dhadak Merak sehingga terkesan realis sampai pada era Orde Baru ada pembakuan bentuk Dhadak Merak. Perjalan perubahan bentuk Dhadak Merak terkait dengan kondisi sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Dhadak Merak menyimpan makna yang melambangkan representasi dari raja dan permaisuri yang memiliki nilai estetik dan filosofi yang tinggi bagi masyarakat Jawa TImur, Indonesia.
Keywords
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.