The Development of Risk Culture in Pulau Sebesi, 1883-2018
(1) Universitas Indonesia & National Research and Innovation Agency (BRIN)
(2) Universitas Indonesia
(3) Universitas Indonesia
(4) National Research and Innovation Agency (BRIN)
Abstract
Abstract: As a small island, Sebesi is often characterized as vulnerable with its communities isolated and marginalized. The island has been affected by volcanic eruptions, tsunamis, earthquakes, floods, and illegal sand mining. In 2018, the island was again hit by the tsunami, which surprisingly claimed only one victim. History records that this island experienced a catastrophic tsunami caused by the Krakatau eruption in 1883. However, economic interests revived the island through plantation activities, which led to human re-inhabitation in the 1940s. We studied disaster memory, perceptions, and behavior of the Sebesi community to assess risk culture in their hazards environment. In this article, we build on existing understandings of risk culture as a holistic approach in looking at risk, which includes perception, awareness, understanding and memory, behavior and practices in preventing risk or avoiding harm. We used oral history and archival studies to analyses the perceptions of risks and its responses when faced with risk in different contexts. The study revealed that the people of Sebesi Island have created a risk culture as an adaptive effort to address their environmental hazards. Uncovering the memory, perceptions, choices, and responses in Pulau Sebesi elucidates lessons to pursue a resilient development trajectory on the island.
Abstrak: Sebagai sebuah pulau kecil, Sebesi dinilai sebagai pulau yang rentan dengan bahaya alam dengan komunitas yang terisolasi dan termarginalisasi. Pulau ini telah telah mengalami beragam ancaman bahaya, mulai dari erupsi gunung api Anak Krakatau, tsunami, gempa bumi, banjir, serta pertambangan pasir illegal. Pada 2018, pulau ini kembali tersapu tsunami namun hanya merenggut satu korban jiwa. Sejarah mencatat bahwa pulau ini telah mengalami kehancuran total akibat tsunami yang disebabkan oleh letusan Krakatau pada 26 dan 27 Agustus 1883. Namun demikian, kepentingan ekonomi telah membuat manusia kembali mendatangi pulau ini dengan membuka pulau menjadi perkebunan. Hal ini mendorong terjadinya repopulasi Pulau Sebesi di tahun 1940-an yang berkembang hingga saat ini. Artikel ini menganalisis memori bencana, persepsi dan perilaku masyarakat Pulau Sebesi dalam memandang risiko dalam lingkungan hidup mereka yang penuh dengan ancaman bahaya. Pada artikel ini, kami menggunakan konsep Budaya Risiko sebagai sebuah pendekatan holistik dalam melihat risiko, yang didalamnya mempertimbangkan persepsi, kesadaran, pemahaman dan memori, perilaku, serta praktik dalam mencegah risiko atau menghindari risiko. Melalui sejarah lisan dan studi arsip, tulisan ini mengkaji persepsi risiko dan respons mereka saat berhadapan dengan risiko. Studi ini menyimpulkan bahwa masyarakat pulau Sebesi telah menciptakan budaya risiko sebagai usaha adaptif untuk tinggal di lingkungan yang berbahaya. Dengan memahami bagaimana ingatan, persepsi, pilihan serta respons masyarakat Sebesi terhadap risiko bencana selanjutnya, telah memberikan pengetahuan bahwa masyarakat Sebesi membangun ketahanannya melalui budaya risiko.
Keywords
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.