Abstract

Tujuan penelitian ini untuk: (1) memahami makna prosesi tradisi ‘merti desa‘ bagi kehidupan masyarakat; (2) untuk memahami alasan-alasan masyarakat mempertahan tradisi ‘merti desa‘; dan (3) memahami upaya-upaya masyarakat dalam mempertahan-kan tradisi ‘merti desa‘. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Fokus penelitian ini adalah aktivitas masyarakat dalam melaksanakan prosesi ‘merti desa‘ beserta seluruh implikasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observari partisipasi dan wawancara mendalam. Untuk menguji objektivitas data dilakukan dengan teknik triangulasi metode. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini model analisis interaktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Tembalang, Semarang masih melestarikan dan melaksanakan tradisi ‘merti desa‘. Merti desa atau bersih desa pada dasar merupakan kegiatan yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun kehidupan masyarakat Tembalang telah mengalami perubahan, terutama sebagai akibat kehadiran kampus Univeristas Diponegoro, namun tradisi merti desa tetap diperhatankan dengan cara mengadakan selamatan, pagelaran  wayang kulit, dan kegiatan sosial lainnya. Sedangkan kendala yang dihadapi masyakat adalah masalah dana.

 

Tembalang village, in the sub-district of Semarang.  lies in the Upper of Semarang. It is a relatively flat place because it is in the highland of Upper Semarang. Society and Culture are inseparable duumvirate.  Merti Desa tradition  is usually identical to community livelihood in the agricultural sector.. There is no farmland in Tembalang .    The purpose of this study is to determine the reason the people of Tembalang still maintain the Merti Desa tradition, to analyze the Merti Desa procession,  the efforts  the people do to maintain this tradition, and the obstcales encountered in the effort to preserve it. This study uses a qualitative approach based on the phenomenological theory by Peter Berger and Thomas Lukman, Clifford Geertz. The results show that Merti Desa is retained because it is a  form of Thanksgiving of Tembalang people for all the gifts of God. The obstacles faced by Merti desa implementers are funding because Merti Desa needs big funds and the awareness of the money contibution  of the people is decreasing, not in accordance with the agreement.  Merti desa tradition is one of the traditions in Tembalang village. We can still find many living traditions  there. So that It is necessary to study other traditions associated with various approach. Merti Desa can be developed as a cultural tourism. The stakeholders should  provide a good contribution  of cultural wisdom.