SKRINING KELAINAN REFRAKSI MATA PADA SISWA SEKOLAH DASAR MENURUT TANDA DAN GEJALA

  • Lukman Fauzi Public Health Department, Semarang State University

Abstract

Skrining gangguan penglihatan (visus) dimaksudkan untuk mencegah kejadian gangguan ketajaman penglihatan yang lebih serius pada populasi risiko tinggi. Tujun skrining ini adalah mengetahui prevalensi kelainan refraksi mata dan validitas alat-alat skrining dengan membandingkan antara gold standard dengan gejala dan tanda yang dirasakan responden.

Populasi skrining adalah semua anak dengan usia 6 – 11 tahun (usia sekolah dasar) yang bersekolah di Kecamatan Turi dan belum pernah didagnosis mengalami kelainan refraksi mata yang ditandai dengan sedang atau pernah memakai kacamata. Penegakan diagnosis dilakukan dengan gold standard pemeriksaan mata responden dengan alat Optotipe Snellen dan lensa coba yang dilakukan oleh dokter spesialis mata.

Gejala tunggal mata cepat lelah mempunyai sensitivitas terbesar (77,05%), gejala tunggal bentuk benda berubah mempunyai nilai spesivisitas tertinggi (98,04%), gejala tunggal nyeri mata memiliki nilai duga positif tertinggi (31,96%), dan gejala tunggal mata cepat lelah memiliki nilai duga negatif tertinggi (99,05%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prevalensi kelainan refraksi mata di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebesar 2,32%. Alat skrining yang mempunyai validitas tinggi adalah gejala tunggal mata cepat lelah, gejala kombinasi mata cepat lelah dan bentuk benda berubah, gejala kombinasi nyeri mata dan bentuk benda berubah, serta gejala kombinasi mata cepat lelah dan sakit kepala.

 

Kata Kunci: Skrining, kelainan refraksi mata, validitas
Published
2016-08-11
Section
Articles