Konflik Dalam Relasi Sosial Masyarakat Jawa Dan Lampung Di Wilayah Transmigrasi (Studi Kasus di Desa Bandar Agung Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur)

  • Cyrli Yunita Miyanti Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
  • Hartati Sulistyo Rini Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
  • Asma Luthfi Jurusan Sosiologi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Abstract

Desa Bandar Agung adalah desa transmigrasi di mana ada dua suku yang tinggal di sana yaitu etnis Lampung dan Jawa. Hubungan sosial antara dua suku tidak berjalan dengan baik karena mereka kurang terbuka satu sama lain, di samping kurangnya masyarakat Jawa adaptasi dengan lingkungan baru yang membuat mereka sering bertentangan  dengan masyarakat Lampung. Konflik di Desa Bandar Agung disebabkan oleh beberapa aspek seperti aspek sosial yang meliputi kedatangan transmigrasi, stereotip etnis dan juga perebutan kekuasaan antara kepala desa dan sultan. Aspek ekonomi seperti kesenjangan ekonomi yang terjadi antara Jawa dan Lampung serta aspek budaya juga dapat menimbulkan konflik. Masyarakat desa Bandar Agung memiliki cara tersendiri untuk mengelola konflik yakni dengan membatasi pergaulan mereka dengan kelompok etnis yang berbeda, selain itu jika ada konflik mereka akan melakukan musyawarah dan dilanjutkan dengan melakukan kegiatan pasca-konflik yang bertujuan untuk membuat komunikasi antara Jawa dan Lampung dapat ditingkatkan.

 

Bandar Agung is a transmigration village where there are two tribes living there; they are Lampung and Javanese ethnics. Social relations between the two ethnics are not going well because they are less open to each other, besides the lack of adaptation of Javanese community to the new environment frequently brings them into conflict with Lampung community. Conflicts in Bandar Agung village are caused by several aspects such as social aspects including the arrival of transmigrants, ethnic stereotypes and also the power struggle between the headman and sultan. The economic aspects, such as economic gap between Java and Lampung, and cultural aspects can also lead to the conflict. The villagers in Bandar Agung have their own ways in managing the conflicts; that are by limiting their association with different ethnics, besides if there is a conflict they will hold a deliberation then it is continued by holding a post-conflict activity in order to enhance the communication between Javanese and Lampung community.

 

Published
2017-12-05
Section
Articles