EKSISTENSI KI ENTHUS SEBAGAI DALANG EDAN TAHUN 1984-2018 DI KABUPATEN TEGAL
Febri Dwi Haryanto Affuan, Andy Suryadi
Abstract
In 1984, various puppet arts emerged. One of them is in the north coast area which creates its own style in puppetry. One of them is the puppeteer Ki Enthus Susmono, who has his own characteristics compared to other puppeteers. This style can be seen from the performance of the typical Tegalan puppet. The uniqueness of Ki Enthus Susmono is that he develops puppets with the contents of the stories that he makes himself out of the norms of Yogyakarta and Surakarta with the contents of the stories adjusting to current issues, making Wayang Rai Wong with the faces of important figures, Ki Enthus Susmono often criticizes Government policies. Based on this background, the writer wants to know the existence of Wayang Wong and how dim it was when Ki Enthus Susmono died.
This study uses a historical methodology. Beginning with collecting sources or what are known as heuristics. Consists of primary sources, consisting of newspapers, pictures of his time, documents, or live witness interviews. Secondary sources consist of books, previous research, and articles. The next step is source criticism, not only external criticism of the shape of the archive itself, I also do it regarding the suitability of the contents of the archive or source with what the writer will later narrate. Furthermore, the authors do historiography or write down what has been obtained from the process of searching for research sources.
The results of the study discussed the existence of Ki Enthus Susmono in developing Ki Enthus Susmono's works, for example, such as the Rai Wong puppet and Wayang Santri in Tegal Regency. Ki Enthus Susmono created a puppet concept with a face similar to that of a cleric and political figure called the Rai Wong puppet. Ki Enthus Susmono also made puppets with the theme of Islamic da'wah which were called puppets. Ki Enthus Susmono changed the wayang santri to the Yogyakarta and Surakarta standard to become the typical Tegalan standard. In addition, in the development of Wayang Santri, it uses wayang kulit and puppet show Wayang santri functions as a medium of preaching to the community, social criticism of the problems that are developing in society.
The conclusion is that Ki Enthus Susmono used Wayang Rai Wong and Wayang Santri as performances and education for critics of the government. Seeing this, Wayang Rai Wong and Wayang Santri have a major influence on the development of the Tegal Regency government. After his death, Tegalan's grip receded in his performance.
Pada tahun 1984 muncul berbagai kesenian wayang. Salah satunya didaerah pesisir utara melahirkan corak tersendiri dalam pedalangan. Salah satunya adalah dalang Ki Enthus Susmono sebagai dalang yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan dalang lainnya. Corak tersebut dapat dilihat dari pementasan wayang khas Tegalan. Keunikan Ki Enthus Susmono yaitu mengembangkan wayang dengan isi ceritanya di buat sendiri keluar dari pakem Yogyakarta dan Surakarta dengan isi ceritanya menyesuaikan isu terkini. Ki Enthus Susmono Sering mengkritik kebijakan Pemerintah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui eksistensi Ki Enthus Susmono sebagai dalang edan di Kabupaten Tegal
Penelitian ini menggunakan metodologi sejarah. Diawali dengan mengumpulkan sumber atau yang dikenal sebagai heuristik. Terdiri dari sumber primer, terdiri dari koran, gambar pada masanya, dokumen, atau wawancara saksi hidup. Sumber sekunder terdiri dari buku, penelitian terdahulu, serta artikel. Langkah selanjutnya adalah kritik sumber, tak hanya kritik eksternal mengenai wujud dari arsip itu sendiri, juga saya lakukan mengenai kesesuaian isi arsip atau sumber dengan apa yang nanti penulis narasikan. Setelah itu, penulis membuat gagasan untuk menghidupkan kembali cerita sejarah. Selanjutnya penulis melakukan historiografi atau menulis apa yang sudah didapatkan dari proses pencarian sumber penelitian.
Hasil penelitian membahas eksistensi Ki Enthus Susmono dalam mengembangkan karya Ki Enthus Susmono contohnya seperti wayang Rai Wong dan Wayang Santri di Kabupaten Tegal. Ki Enthus Susmono membuat konsep wayang dengan wajah yang mirip dengan seorang tokoh ulama maupun tokoh politik yang disebut dengan wayang Rai Wong. Ki Enthus Susmono juga membuat wayang dengan tema dakwah islam yang dinamakan dengan wayang santri. wayang santri yang awalnya masih menggunakan pakem Yogyakarta dan Surakarta diubah oleh Ki Enthus Susmono menjadi pakem khas Tegalan. Selain itu dalam pengembangannya Wayang Santri menggunakan wayang kulit dan wayang golek. Wayang santri berfungsi sebagai media dakwah kepada masyarakat, kritik sosial terhadap permasalahan yang sedang berkembang di masyarakat.
Kesimpulannya adalah Ki Enthus Susmono menggunakan Wayang Rai Wong dan Wayang Santri sebagai pertunjukan serta edukasi kritik terhadap pemerintah. Melihat hal tersebut, Wayang Rai Wong dan Wayang Santri memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pemerintah Kabupaten Tegal. Sepeninggalnya beliau, pakem Tegalan surut dalam pementasan.