Abstract

KPK dan Polri merupakan lembaga penegak hukum di Indonesia, tetapi beberapa kali keduanya justru mengalami konflik. Konflik dua lembaga penegak hukum ini tidak lepas dari sorot pemberitaan, baik koran lokal maupun nasional. Suara Merdeka sebagai korannya Jawa Tengah juga ikut memberitakan konflik tersebut. Tujuan penelitian adalah mengungkap pandangan harian Suara Merdeka dalam konflik KPK vs Polri jilid II dengan menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough yang secara simultan mengkaji: teks-teks bahasa baik lisan maupun tulisan; praktik kewacanaan; dan praktik sosiokultural. Data penelitian ini berupa penggalan wacana yang diambil dari teks tajuk rencana yang dimuat di dalam harian Suara Merdeka. Pandangan harian Suara Merdeka yang tercermin dari penggunaan kosakata dalam tajuk rencana cenderung berpihak pada institusi KPK. Hal itu tampak pada penggunaan pola klasifikasi, kosakata yang diperjuangkan secara ideologis, metafora, dan relasi makna. Dengan demikian, pandangan harian Suara Merdeka dalam hal pemberitaan konflik KPK vs Polri jilid II cenderung tidak objektif.

KPK and Polri are law enforcement institutions, but both several times just had conflict. Conflict between the two law enforcement agencies could not be ignored by local and national higlight newspapers. A newspaper in central Java, Suara Merdeka, also highlighted the conflict. This article studied how Suara Merdeka view in conflict between KPK and Polri volume II used critical discourse analysis model of Fairclough. Based on text description, vocabulary used in editorial tend on KPK side. Therefor, Suara Merdeka view in the conflict between KPK and Polri volume II was not objektive.