TARI SESAJI PANGENTAS BILAHI SUDRA TINGAL
(1) Institut Seni Indonesia Surakarta, Jalan Ki Hajar Dewantoro 19 Surakarta
Abstract
Tari sesaji Pangentas Bilahi ‘Sudra Tingal’ merupakan garapan baru yang ditarikan oleh sembilan penari putri. Gerak tari sesaji mengacu para tari bedhaya. Struktur tari sesaji dibagi menjadi tiga bagian yaitu maju beksan, beksan, dan mundur beksan.  Pada maju beksan penari bergerak dari pinggir menuju gawang pokok ke tengah Pedhapa Agung dengan pola gerak kapang-kapang, diiringi dengan Pathetan Vokal Putra Laras Pelog Nem  dan iringan beberapa intrumen gamelan berupa gender, rebab, gambang dan suling. Syair cakepan Pathetan digunakan untuk menggambarkan memuja ke agungan yang Maha Kuasa. Beksan pokok terdiri dari tujuh kesatuan gerak dengan berbagai garap iringan musikal seperti penggarapan gendhing Sekaten, Demung  Imbal merupakan penggambaran konflik batin antara situasi dan suasana yang terjadi. Gerak beksan pokok merupakan penggambaran tentang segala usaha manusia dalam mendekatkan diri kepada Sang penguasa Jagad Raya. Mundur beksan penari berjalan perlahan dengan pola gerak kapang-kapang dari Pendhapa Agung keluar arena pentas, dengan iringan gending ladrangan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tari dipentaskan dalam rangka wisuda sarjana seni dan magister seni Institut seni Indonesia Surakarta yang ke empat puluh enam.
Â
Sesaji Pangentas Bilahi Sudra Tingal dance is a new performance, performed by nine female dancers. The movement of Sesaji dance resembles that of Bedhaya dance. The structure of Sesaji dance consists of three parts, namely maju beksan, beksan, and mundur beksan. In maju beksan, the dancers move from the edge to central hurdle to middle Pendhapa Agung (Grand Ballroom) in Kapang-Kapang movement pattern, accompanied by Pathetan Vokal Putra Laras Pelog Nem  and traditional musical instruments such as gender, rebab, gambang and suling (bamboo flute). Cakepan Pathetan lyric is used to express the worship of God Almighty. Beksan Pokok consists of seven movement unity with several musical accompaniments such as gendhing sekaten, demung imbal to portray an inner conflict between outer situation and one’s inner atmosphere. The movement of main beksan is a description about human’s effort in coming closer to God Almighty. In Mundur beksan, dancers walk slowly in Kapang-Kapang movement pattern out of Pendhapa Agung to performance stage, accompanied by ladrangan gending, as a gratitude to God Almighty. The dance is performed in commemoration of the 46th graduation ceremony of Indonesian Arts Institute, Surakarta.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdullah Ciptoprawiro. 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Anton M. Moeliono, dkk, (ed.).1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan - Balai Pustaka.
Darmasti. 2011. “Kidung Kandhasanyata sebagai ekspresi estetik Pesinden wanita Mardusariâ€. Harmonia jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. FPBS. UNNES. Semarang: vol 11 No 2 Hal 180-190.
Edi Sedyawati. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Fred Wibowo. 2002. Tari Klasik Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Hasan Shadily. 1984. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Van Hoeve Icthtiar Baru.
Hawkins, Alma M.1990. Mencipta Lewat Tari. Terj. Sumandiyohadi. Yogyakarta; ISI .
Hadikoesoemo, S. 1985. Filsafat Ke Jawan. Jakarta: Yudhagama Corporation.
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.
Soedarsono. 2000. Masa Gemilang Wa-yang Wong Gaya Yogyakarta. Jakarta: Tarawang Press.
Suryodiningrat. 1934. Babad Lan Mekaring Djoget Djawi. Yogyakarta: Buning.
Widada Dkk., 2000. Kamus Bahasa Jawa Bausastra Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.