KEBIJAKAN APLIKATIF PEMBERATAN PIDANA BAGI PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana; dan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana dirumuskan tidak hanya dalam KUHP tetapi juga undang-undang di luar KUHP. Hal ini juga merupakan konsekuensi karena dalam sistem pemidanaan pengaturan recidive tidak masuk dalam ketentuan umum. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, dalam beberapa undang-undang di luar KUHP rumusan ketentuan recidive ditemukan masih multi tafsir dan berpotensi menimbulkan masalah yuridis. Sedangkan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana dapat dilihat dari analisis beberapa putusan hakim berkaitan dengan recidive. Untuk dapat disimpulkan bahwa pelaku memang benar melakukan recidive maka diperlukan bukti-bukti yang jelas, tidak hanya mengandalkan keterangan pelaku. Hal ini berkaitan dengan penambahan ancaman maksimum pidana sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang. Oleh karena itu dalam penerapannya dibutuhkan kecermatan dan ketepatan dari para aparat penegak hukum.
The aims of this research is to look at the provisions of the punishment system for perpetrators of repetition of criminal acts; And applicable criminal levying policies for perpetrators of repeat offenses. The research method used is Juridical Normative. The results of the study show that the provision of punishment system for perpetrators of repetition of crime is formulated not only in the Criminal Code but also laws outside the Criminal Code. This is also a consequence because in the system of punishment the recidive arrangements are not included in the general provisions. Although it is set out in a separate law, in some laws outside the Criminal Code the formulation of recidive provisions is found to be multi-interpretive and potentially lead to juridical issues. While applicable criminal levy policies for perpetrators of repetition of crime can be seen from the analysis of some judge decisions related to recidive. To be concluded that the perpetrator is indeed doing recidive then required clear evidence, not just rely on the perpetrator's description. This relates to the addition of the maximum criminal threat as mandated by law. Therefore, in its application requires the precision and accuracy of law enforcement officers.
Full Text:
PDFReferences
Gunarto, Marcus Priyo. 2009. Sikap Memidana yang Berorientasi pada Tujuan Pemidanaan. Jurnal Mimbar Hukum Vol. 21 (1).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana terjemahan Moeljatno. 1978.
Nawawi Arief, Barda. 2008. Sari Kuliah Hukum Pidana Lanjut. Semarang: Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
_________. 2012. Pidana Mati Perspektif Global, Pembaharuan Hukum Pidana dan Alternatif Pidana untuk Koruptor. Semarang: Penerbit Pustaka Magister.
Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Refbacks
- There are currently no refbacks.