Kajian Daerah Imbuhan Airtanah di Kabupaten Ngawi

Setyawan Purnama(1), Tommy Ardian Tivianton(2), Ahmad Cahyadi(3), Erick Febriarta(4),


(1) Geografi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada
(2) Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(3) Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(4) Fakultas Teknik, Universitas Janabadra, Yogyakarta

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan daerah imbuhan airtanah di daerah penelitian dan mengkaji keterkaitan daerah imbuhan dengan bentuk lahan wilayahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan klasifikasi daerah imbuhan airtanah berdasarkan parameter konduktivitas hidrolik batuan, curah hujan, tanah penutup, kemiringan lereng dan kedalaman muka freatik. Masing-masing parameter mempunyai pengaruh terhadap resapan air ke dalam tanah yang dibedakan dengan nilai bobot. Parameter yang mempunyai nilai bobot paling tinggi merupakan parameter yang paling menentukan kemampuan peresapan untuk menambah air tanah secara alamiah pada suatu cekungan airtanah Hasil skoring dari beberapa parameter tersebut kemudian dianalisisi dengan unit analisis bentuk lahan daerah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Ngawi terdapat dua klasifikasi daerah imbuhan airtanah yaitu daerah imbuhan utama, dan daerah imbuhan tidak berarti. Klasifikasi daerah imbuhan airtanah utama didapatkan pada daerah tengah dan sisi selatan hingga bagian tengah daerah ini. Menurut bentuk lahannya, wilayah yang merupakan daerah imbuhan utama merupakan lereng Gunungapi Lawu, dataran aluvial, hingga lembah Sungai Bengawan Solo, sedangkan pada daerah perbukitan struktural (sinklinal dan antiklinal) terklasifikasikan menjadi imbuhan airtanah tidak berarti. Secara keseluruhan apabila dilihat dari luas total Kabupaten Ngawi, maka Kabupaten Ngawi memiliki 74,5% daerah imbuhan utama, dan 25,5 % daerah imbuhan tidak berarti.



The purpose of this study is to determine the groundwater recharge area in the research area and examine the linkages between the recharge area and the region’s landform. To achieve this goal, classification of groundwater recharge areas is carried out based on rock hydraulic conductivity parameters, rainfall, , soil material, slope and depth of phreatic. Each parameter has an influence on water absorption into the soil which is distinguished by the weight value. Parameters that have the highest weight value are the parameters that most determine the ability of infiltration to naturally add groundwater to a groundwater basin. The final score  of these parameters were then analyzed with a unit of analysis of the research area’s landform. The results of the study show that in Ngawi Regency there are two classifications of groundwater recharge areas, namely the main recharge areas, and insignificant recharge areas. The main classification of groundwater recharge areas is found in the central and southern regions to the central part of this area. According to the landform, the area which is the main recharge area is the slope of Lawu Volcano, alluvial plain, to the Bengawan Solo River valley, while in the area of structural hills (sinklinal and anticlinal) classified as groundwater recharge is meaningless. Overall, when viewed from the total area of Ngawi Regency, Ngawi Regency has 74.5% of the main recharge area, and 25.5% of the recharge area is meaningless.

Keywords

Kata Kunci: daerah imbuhan; airtanah; Kabupaten Ngawi

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.