GARAP LAKON KRESNA DHUTA DALAM PERTUNJUKAN WAYANG KULIT PURWA GAYA SURAKARTA KAJIAN TEKTUAL SIMBOLIS

Sudarsono -(1),


(1) Institut Seni Indonesia Surakarta,Jl. Ki Hadjar Dewantara 19, Surakarta 57126

Abstract

Klimak alur ceritera lakon wayang versi Mahabarata adalah terjadinya perang besar baratayuda yang melibatkan Kurawa dan Pandawa. Sebelum perang berlangsung, Kresna menjadi duta Pandawa untuk melengkapi duta yang ketiga kalinya. Kresna mengendarai kereta Jaladara yang ditarik empat kuda yang berwarna merah, putih, hitam dan kuning, simbol kendaraan kebesaran sebagai kendaraan wisnu. Sebagai sais dipercayakan kepada Setiyaki. Ditengah perjalanan dihadang dewa Narada, Janaka, Kanwa dan Parasu. Para dewa diperintahkan Guru Dewa untuk menyaksikan perundingan antara Kresna dengan Duryudana. Setelah sampai di Astina ternyata Duryudana telah mempersiapkan banyak prajurit untuk berperang. Dalam perundingan Duryudana tidak bersedia memenuhi kewajibanya untuk mengembalikan hak bagian keluarga Pandawa tanpa diperjuangkan melalui adu kekuatan. Di Aloon-aloon Kresna telah dihadang prajurit untuk dibunuh, ternyata yang ada adalah Setiyaki. Terjadilah perang tanding antara Burisrawa melawan Setiyaki. Oleh karena gelagat akan adanya pengeroyokan, Setiyaki lari mencari Kresna. Di pendapa pasewakan terjadilah keelokan setelah Duryudana menolak permintaan Kresna. Munculah kekuatan mantram sakti Kresna yang menakutkan sehingga terjadi huru hara. Melihat gelagat yang kurang baik Narada menenteramkan Wisnu agar segera berubah kembali menjadi Kresna. Sebagai duta berarti gagal, Kresna segera kembali ke Wiratha bersama Setiyaki. Kresna melaporkan bahwa Astina sudah bersiap berperang melawan Pandawa.

 

Story plot climax of puppet play of Mahabharata version is the great war involving Baratayuda Kurawas and Pandawas. Before the war, the Pandawas Krishna became ambassador to complement the third time. Krishna ride Jaladara fulled by four red, white, black and yellow horses vehicle , a symbol of the greatness of the vehicle as a vehicle of Vishnu. The gods instructed Guru Dewa to witness the talks between Krishna and Duryudana. After reaching Astina Duryudana apparently many soldiers have been preparing for battle. In talks Duryudana not willing to fulfill its obligations to return the part without the Pandavas fought through a power struggle. In Aloon-aloon and sisters, Krishna had been ambushed soldiers to  be killed, it turns out that there is Setiyaki. Duel ensued between Burisrawa against Setiyaki. Therefore, the existence of signs beatings, Setiyaki run for Krishna. Krishna comes the power of magic spells daunting resulting riots. Seeing unfavorable Vishnu Narada reassuring to immediately turn back into Krishna. As ambassador he felt fail, Krishna soon returned to Wiratha with Setiyaki. Krishna report that Higashi was ready to fight against the Pandawas.

Keywords

duta; kresna; wayang kulit purwa

Full Text:

PDF

References

Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak.

Jazuli, M,. 2003. Dalang Negara dan Masyarakat Sosiologi Pedalangan. Semarang : LIMPAD.

------------- 2011. Sosiologi Seni. Surakarta : UNS Press.

Kutha Ratna. 2010. METODOLOGI PENELITIAN Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Marjono. 2010.“Sanggit Catur Nartosabda dan Manteb Sudharsono dalam lakon Kresna Dutaâ€. Surakarta: ISI. Tesis S 2 tidak dipublikasikan.

Mulyono, Sri. 1983. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta: Gunung Agung.

Murtiyoso, B. Sumanto, Suyanto. Kuwato. 2007. Teori Pedalangan Bunga Rampai Elemen Elemen Dasar Pakeliran. Surakarta: ISI .

Padmosoekotjo. 1990. Silsilah Wayang Purwa Mawa Carita. Jld VII tamat .Surabaya: PT Citra Jaya Murti.

Purwadi. 1992. Serat Pedhalangan lampahan Kresna Duta. Sukoharjo: CV. Cenderawasih.

Randyo, M. 2011. Makna Simbolis Lakon Kangsa Adu Jago dalam Pertunjukan Wayang Kulit purwo. Semarang: Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol XI edisi Juni .

Rustopo. 2012. SENI PEWAY ANGAN KITA Dulu, Kini dan Esok, Bunga rampai. Surakarta: ISI Press Solo.

Sobur ,Alex. 2001. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Soetarno. 2005. Pertunjukan Wayang dan makna Simbolisme. Surakarta: STSI Press

Solichin. Waluyo, Sumari. 2007. Mengenal Tokoh Wayang. Surakarta: CV Asih Jaya.

Solichin. 2010. Wayang: Masterpiece Seni Budaya Dunia. Jakarta: Sinergi Persadatama Fondation.

Subandi. 2010. “Barathayuda Suluhan Gatutkaca Gugur Sebagai Pahlawanâ€. Semarang: Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol X edisi 2 Desember 2010.

Sudarko. 2003. “Plot Wayang Purwa dan Pandangan Hidup Orang Jawaâ€. Semarang: Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol IV No 3.

Sumanto, 2002, Ki Nartasabda kehadirannya dalam Dunia Pedalangan Sebuah Biografi. Surakarta: SRSI Press.

Suparno, Slamet. 2009. Pakeliran Wayang Purwa Dari Ritus Sampai Pasar. Surakarta: ISI Press Solo.

--------------------- 2007. Seni Pedalangan Gagrak Surakarta. Surakarta: ISI Press. Solo

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.