Problematika Penetapan Kawasan Hutan di Wilayah Masyarakat Adat dalam Rangka Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tarakan

Marthin -(1), Yahya Ahmad Zein(2), Arif Rohman(3),


(1) 
(2) 
(3) 

Abstract

Pada dasarnya hukum diciptakan sebagai alat perubahan sosial. Salah satu berkurangnya hutan yang ada di Tarakan disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan mengklaim hutan yang ada sebagai hutan adat sehingga diperlukan kebijakan pemerintah daerah untuk menetapkan kawasan hutan tertentu. Hal ini di samping sebuah perintah UU juga merupakan tugas Pemerintah Daerah. Yang intinya sebagai peran Hukum Administrasi pada intinya, pertama, yang memungkinkan tugas administrasi negara, Kedua, melindungi warga negara terhadap tindakan sikap administrasi negara dan juga melindungi administrasi negara itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris. Sedangkan untuk memperoleh data menggunakan study pusktaka, observasi dan wawancara, kemudian data primer, sekunder dan tersier dianalisis untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan. Status lahan hutan di Wilayah Adat di kota Tarakan adalah hutan negara, hutan harus dikelola sesuai dengan hak ulayat masyarakat adat. Suatu kawasan hutan tidak dapat dikatakan sebagai kawasan hutan adat begitu saja, tetapi harus melalui beberapa prosedur dan salah satu peran Pemerintah daerah Kota Tarakan adalah mengeluarkan peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kota 2012-2032 yang di dalamnya memuat tentang hutan.

 

Basically the law was created as a tool for social change. One of the existing forest loss in Tarakan caused by population growth and forest claimed as indigenous forest policy that required local governments to establish a particular forest area. This is in addition to a command law is also the duty of Local Government. Which is essentially the role of Administrative Law in essence, the first, which allows the state administration tasks, Second, to protect citizens against the actions and attitude of the state administration also protects the state administration itself. The method used in this study include the type of empirical research. As for obtaining data using pusktaka study, observation and interview, then the primary data, secondary and tertiary analyzed to solve the problems posed . Status of forest land in the town of Tarakan Indigenous Territory is a state forest, the forest must be managed in accordance with the customary rights of indigenous peoples. A forest can not be regarded as indigenous forests for granted, but must go through one of several procedures and the role of local government is issuing regulations Tarakan City Region No. 4 of 2012 on City Spatial Plan 2012-2032 in which the load on the forest .

Keywords

Forest Protection; Indigenous People; Sustainable Development

Full Text:

PDF

References

Ashsiddiqie, J., 2000. “Otonomi Daerah dan Parlemen di Daerah”, Disampaikan dalam Lokakarya tentang Peraturan Daerah dan Budget Bagi Anggota DPRD, 2 Oktober 2000

Departemen Kehutanan dan PT. Herzel Agrokarya Pratama, 1991, Industri Kehutanan di Indonesia, Jakarta

Lotulung, P.E. 1993. Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim Perdata, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, S. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Soepomo (t.th), Bab-Bab tentang Hukum Adat, PT Pradnya Paramita Jakarta (Cetakan 17).

Undang-Undang Dasar 1945.

Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, Tentang Perlindungan Hutan

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970, Tentang Perencanaan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry.

Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Hutan Kota

Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 12 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan dan Hasil Hutan

Refbacks

  • There are currently no refbacks.