KEBERADAAN DAN KENDALA PEMBELAJARAN ANTROPOLOGI DI SMA
(1) Gedung C7 Lantai 1 FIS UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Abstract
Mata pelajaran Antropologi di SMA tergabung dalam kelompok IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Meskipun telah menjadi salah satu bagian mata pelajaran di SMA,  keberadaan mata pelajaran Antropologi tidak pernah berdiri menjadi mata pelajaran sendiri, melainkan menjadi bagian mata pelajaran Sejarah dan Sosiologi. Tujuan artikel ini adalah untuk membahas bagaimanakah keberadaan mata pelajaran antropologi di SMA setelah merger ini dan bagaimana kendala-kendala pembelajaran antropologi di SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahun terakhir yang sibuk dengan penyempurnaan kurikulum, mata pelajaran Antropologi justru semakin termarjinalisasi. Antropologi hanya menjadi sub-bahasan  saja dalam mata pelajaran lain. Antropologi juga semakin dianggap kurang penting, padahal antropologi sangat penting dalam konteks masyarakat multikultural seperti Indonesia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kendala-kendala dalam proses pembelajaran di antaranya kendala struktural, kultural, dan keterbatasan sumber daya manusia.
Anthropology in high school subjects is incorporated in IPS batch (Social Sciences). Although it has become one of the subjects at the high school, Anthropology is a not an independent subject.  It isonly part of History and Sociology subjects. The objective of this article is to study the existence of anthropological subjects in high school. The research method used is  qualitative approach, data collection was done by observation, interview and documentation. The results show that over the years of curriculum improvement, anthropology subjects are becoming more and more marginalised.  Anthropology is only a sub topics of other school subjects. Many regards anthropology no longer important though in fact anthropology is an important subject in a multicultural society like Indonesia. This maginalization of anthropology subject leads to other constraints in the learning process, which include structural, cultural, and human resource constraints.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Azmi. 2001. “Kurikulum Berbasis Kompetensi 2001: Analisis Fungsional (Khusus Bidang Studi IPS)â€, Jurnal Forum Pendidikan. 27(1). 10-20.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kurikulum SMU. Jakarta : Pusbangkurandik.
Hasan, S.H. 1996. Relevensi Pendidikan IPS di Perguruan Tinggi dengan Pendidikan IPS di Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung, 31 Oktober 2002.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Maryani, E dan Syamsudin, H. 2009.Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Jurnal Penelitian: 9(1): 1-15
M.S. Mustofa, dkk. 2009. Analisis Keadaan dan Kebutuhan Guru Sosiologi dan Antropologi SMA Negeri di Jawa Tengah. Semarang: Lemlit Unnes.
Saefudin, m dan Budisantoso, H.T. 2007. Sikap Guru Sekolah Dasar di Kota Semarang terhadap Perubahan Kurikulum. Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan. 36(2): 111-118
Sutarji. 2009. Hambatan Pembelajaran Geografi pada Materi Peta Tematik di SMA. Jurnal Geografi: 7(2): 116-126
Yusuf, A. 2007. Kesiapan Sekolah dalam Mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jurnal Lembaran Ilmu Pendidikan. 36(2): 85-95
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.