Perlindungan Hukum Terhadap Anak Nakal (Juvenile Delinquency) Dalam Proses Acara Pidana Indonesia
(1) Gedung C4 Lantai 1, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
Abstract
Menurut catatan UNICEF, pada tahun 2000 ada 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana, sedangkan pada bulan Januari-Mei 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia dan lebih menyedihkan lagi, sebagian besar (84,2%). Melihat kuantitas anakyang melakukan tindak pidanatersebut, maka sudah seharusnya proses acara pidananya mempertimbangkan aspek kepentingan terbaik untuk anak seperti perlindungan akan hak-haknya. Oeh karena itu penulis mencoba menelitinya dalamlingkup Kota Semarang. Â Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas proses jalannya perkara pidana terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) sesuai hukum acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang, (mengetahui perlindungan hukum terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) dalam hukum acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan proses acara pidana terhadap anak nakal yang terjadi di wilayah hukum Kota Semarang telah sesuai dan merujuk pada KUHAP Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Proses ini berawal dari adanya laporan kemudian perkara di bawa ke Polwiltabes Semarang dan ditangani oleh penyelidik, penyidik pada RPK Polwiltabes Semarang. Setelah proses penyidikan, perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Semarang, kemudian perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Semarang untuk di sidangkan oleh hakim anak. Dalam setiap tahapan aparat penegak hukum selalu meminta pendapat pembimbing kemasyarakatan pada BAPAS Semarang untuk mengetahui keadaan anak yang sebenarnya. Perlindungan hukum terhadap anak nakal (Juvenile Delinquency) dalam proses acara pidana di wilayah hukum Kota Semarang telah dilakukan semaksimal mungkin sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997.
Â
Â
Children are human small and relatively clean, but many of them are dealing with the law. According to the UNICEF, in 2000 there were 11 344 children suspected of being criminals, while in January-May 2002 found 4325 child prisoners in detention and correctional facilities throughout Indonesia and even worse, the majority (84.2%). Viewing child who commit pidanatersebut quantity, then it should consider the aspects of criminal proceedings for the child’s best interests such as the protection of their rights. NII therefore tried to examine authors dalamlingkup Semarang. This study aims to have a clear process of criminal litigation against juvenile delinquents (juvenile delinquency) according to the law of criminal procedure in Semarang city jurisdiction, to determine the legal protection of juvenile delinquents (juvenile delinquency) in criminal law in the jurisdiction of the city of Semarang. The result showed that the implementation of the criminal proceedings against juveniles who occurred in the jurisdiction of the city of Semarang was appropriate and Jo refers to the Criminal Procedure Code. Act No. 3 of 1997 on Juvenile Justice. This process begins with a report later case brought to Polwiltabes Semarang and handled by the investigator, the investigator on the RPK Polwiltabes Semarang. After the investigation, the case being brought to the State Attorney Semarang, then transferred the case to the District Court in Semarang for children sidangkan by the judge. In every phase of law enforcement officers always ask the opinion of the adviser community BAPAS Semarang to know the real situation of children. Legal protection of juvenile delinquents (juvenile delinquency) in criminal proceedings in the jurisdiction of the city of Semarang has done as much as possible according to Law No. 3 of 1997.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Atmasasmita, R. 1983. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja. Armico. Bandung.
Dellyana, S. 1988. Wanita dan Anak Dimata Hukum. Liberty. Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Gosita, A. 1985. Masalah Perlindungan Anak. Akademika Pressindo. Jakarta.
Lewis, T. 2011. Barron County Restorative Justice Programs: A Partnership Model for Balancing Community and Government Resources for Juvenile Justice Services. Journal Of Juvenile Justice, Vol. 1 (Issue 1).
Muladi dan Arief, B.N. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung.Penerbit Alumni
Mulyadi, L. 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi & Victimologi. Djambatan. Jakarta.
Musa, M. 2002. Peradilan Restoratif sebagai Suatu Pemikiran Alternatif system Peradilan Anak Indonesia. Jurnal Makalah. Volume 19 (No 2).
Nandi, 2006. Pekerja Anak dan Permasalahannya. Jurnal “GEA†Jurusan Pendidikan Geografi. Vol. 6 (2).
Prakoso, B. 2010, Vage Normen sebagai Sumber Hukum Diskresi yang belum Diterapkan oleh Polisi Penyidik Anak, dalam Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Volume 17 No. 2, April 2010, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Prinst, D. 2003. Hukum Anak Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Raharjo, T. 2010. Mediasi Pidana pada Masyarakat Adat di Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. Volume 17 (No. 3).
Soemitro, R.H. 1994. Metodologi penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Soetodjo, W. 2006. Hukum Pidana Anak. PT Refika Aditama. Bandung.
Wahyudi, S. 2009. Penegakan Peradilan Pidana Anak dengan Pendekatan Hukum Progresif dalam Rangka Perlindungan Anak. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 9 (1).
Wardhani, 2009. Penerapan Pidana Alternatif bagi Anak Pelaku Tindak Pidana di Pengadilan Negeri Bengkulu. Jurnal Kriminologi Indonesia. Vol. V (II).
Warman, E. 2006. Peradilan Anak di Persimpangan jalan dalam Perspektif Victimology. Jurnal Makalah. Volume 18 (1).
Yusuf, S. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT.Remaja Rosdakarya. Bandung.
Refbacks
- There are currently no refbacks.