Urgensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dalam Mewujudkan Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa
(1) Gedung K1, Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang Jawa Tengah Indonesia 50229
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana urgensi adanya Pengadilan Tipikor di daerah. Penelitian ini mengunakan metode Kualitatif jenis pendekatan yuridis sosiologis dan validitas data menggunakan teknik trianggulasi. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa penegakan hukum di Pengadilan Tipikor Semarang dari tahun 2011-2013 mengalami peningkatan, maka kinerja Pengadilan Tipikor Semarang semakin meningkat dalam menangani perkara dan serius dalam penegakan hukum terhadap kasus korupsi. Adanya disparitas penjatuhan hukuman dalam kasus yang sama terhadap penyalahgunaan APBD Sragen ditangani majelis hakim yang tidak berintegritas dan tidak bermoral. Urgensi adanya Pengadilan Tipikor, perkara korupsi di Jawa Tengah di tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan, tetapi dalam putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim mengalami peningkatan yang cukup baik, setelah adanya Pengadilan Tipikor Semarang. Putusan majelis hakim yang diberikan kepada terdakwa kasus korupsi, rata-rata jumlah putusan selama tahun 2011-2013 masih ringan, yaitu antara 0-4 tahun bahkan ada yang diputus bebas, ini membuktikan bahwa pengadilan tipikor masih lemah dan kurang maksimal dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa kasus korupsi. Disparitas penjatuhan hukuman bagi terdakwa kasus korupsi tidak bisa dihindarkan dan pasti dipakai oleh majelis hakim pengadilan tipikor Semarang karena hakim melihat kasus yang ditangani, sikap terdakwa selama persidangan dan fakta-fakta yang ada di dalam persidangan dan setiap terdakwa pasti berbeda, itu yang menyebabkan terjadinya disparitas penjatuhan hukuman oleh hakim. Urgensi adanya Pengadilan Tipikor di daerah khususnya di Semarang didasari atas ketidakpuasan masyarakat dalam penegakan hukum terhadap kasus korupsi. Pendirian tersebut mempunyai makna dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
This study aims to determine the extent to which the absence of urgency in the Corruption Court. This research uses qualitative methods and types of sociological juridical, and the validity of the data using triangulation techniques. The results of this study indicate that enforcement of Semarang Corruption Court in 2011-2013 has increased, the performance of Semarang Corruption Court increasingly serious in handling the case and in law enforcement against corruption. Sentencing disparities in the same case against the misuse of budget Sragen judges are not handled with integrity and immoral. Urgency presence Corruption Court, cases of corruption in Central Java in 2012 and 2013 has increased, but in a decision handed down by a panel of judges has increased quite good, after the Semarang Corruption Court. Decisions of the judges to be given to the accused in corruption cases, the average number of ruling over the years 2011-2013 was mild, which is between 0-4 years old and some even acquitted, the court proves that corruption is still weak and less than the maximum in the sentencing defendant cases of corruption. Disparity in sentencing for convicted corruption can not be avoided and certainly used by the Semarang Corruption Court judges because judges see cases handled, the attitude of the defendant during the trial and the facts in the trial and every defendant is different, that’s what causes the disparity sentencing by the judge. Corruption Court in the absence of urgency, especially in the area of Semarang is based on the dissatisfaction of society in the enforcement of the law against corruption. The establishment has the meaning in creating a clean government and free from corruption, collusion and nepotism.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Asshiddiqie, J. 2013. Pengadilan Khusus. Juli. Hlm 1-17
Chaerudin. 2008. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Refika Aditama.
Hadjon, P.M. 2011. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hartanti, E. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.
Miles, M.B., and Huberman A.M. 2007. Analisis Data Kualitatif. (Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi) Jakarta: UI- Press
Moleong, L.J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nadapdap, B. 2003. Mendambakan Putusan Hakim Yang Berwibawa. Jurnal Keadilan. Volume 3 Nomor 2.
Santoso, T. 2011. Urgensi Pembenahan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dalam Mewujudkan Good Governance. Jakarta: BPHN
Soekanto dan Mamudji. 1986. Pengantar Penelitian Hukum (Cetakan ke-1). Jakarta: UI Press.
Zulva, E.A. 2011. Pergeseran Paradigma Pemidanaan. Bandung: Lubuk Alung
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang No. 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi
Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014
Putusan Mahkamah Konstitusi No.012-016-019/PUU/IV/2006
Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, Mahkamah Agung Republik Indonesia 2010
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/08/063440456/Mantan-Bupati-Sragen-Segera Dijebloskan-ke-Penjara,
www.antikorupsi.org/sites/antikorupsi.org/.../trenvoniskorupsi2013.pdf,
(http://hukum.tvonenews.tv/berita/view/72679/2013/07/22/lagi_hakim_tindak_pidana korupsi_jadi_tersangka_kpk.tvOne, accessed, 14 Desember 2012)
Refbacks
- There are currently no refbacks.