Abstract

Latar belakang: Indonesia menempati urutan ke-3 pengkonsumsi rokok di dunia yaitu 28% (65 juta penduduk Indonesia) atau 1 dari 4 penduduk. Perilaku merokok menjadi fakor risiko terjadinya gagal konversi pada pasien tuberculosis paru setelah fase intensif. Metode: Desain penelitian menggunakan case control. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder pasien RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 35 kasus dan 35 kontrol yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Status gagal konversi diperoleh dari catatan medis pasien. Instrumen penelitian menggunakan lembar dokumentasi dan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, dan bivariat menggunakan aplikasi SPSS. Hasil: Hasil analisis menunjukan bahwa perilaku merokok yang berhubungan dengan kejadian gagal konversi BTA sputum pada penderita tuberkulosis setelah menjalani pengobatan fase intensif usia (p-value=0,030), jenis kelamin (pvalue=0,031), perokok (p-value=0,002), uisa mulai merokok ≤ 15 tahun (pvalue=0,000), dan status perokok pasif (p-value=0,001). Kesimpulan: Dalam sampel penelitian ini, kemungkinan gagal konversi lebih tinggi pada kelompok orang yang merokok selama menjalani pengobatan fase intensif dari pada perokok yang berhenti merokok dan yang tidak pernah merokok.