EVALUASI PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS DARI ASPEK PERILAKU DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN
##plugins.themes.academic_pro.article.main##
Abstract
Filariasis merupakan penyakit menular disebabkan cacing filaria dan ditularkan nyamuk. Untuk menekan
jumlah kasus filariasis dilakukan Program Eliminasi Filariasis melalui POMP (Pemberian Obat Massal
Pencegahan) filariasis. Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V (Kuripan Lor) merupakan daerah endemis
filariasis (Mikrofilaria rate ≥1%)dan menjadi daerah yang diprioritaskan untuk Eliminasi Filariasis.Tujuan
penelitian adalahuntuk mengetahui(1) gambaran Program Eliminasi Filariasis di Kelurahan Kuripan
Yosorejo tahun 2011-2015,(2) gambaran perubahan perilaku dan lingkungan setelah pelaksanaan Program
Eliminasi Filariasis. Jenis penelitian adalah kualitatif.Jumlah informan adalah 14 informan, 2 informan
utama dan 12 informan triangulasi. Hasil penelitian adalah (1) pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis
tahun 2011-2015 di Kelurahan Kuripan Yosorejosesuai peraturan yang berlaku (2)aspek perilaku masyarakat yang berubah adalah perilaku minum obat filariasis sedangkan perilaku praktik pencegahan lainya (perilaku mencegah gigitan nyamuk dan pengelolaan lingkungan) serta aspek lingkungan (kawat kasa, genangan pada got/SPAL, semak-semak,tanaman air) sudah cukup baik tetapi tidak mengalami perubahan.
Abstract
Filariasis was an infectious disease caused by the filarial worm and transmitted by mosquitoes. Filariasis Elimination Programthrough MDA (Mass Drug Administration) was used to reduce the number of
filariasiscases. Kuripan Yosorejo RW I-V village (Kuripan Lor) was endemic filariasis area (Mikrofilaria rate
of≥1%) and became the priority area for Filariasis Elimination Program. The purposes of research were to
know(1)the description of Filariasis Elimination Program, especially in Kuripan Yosorejo villagebetween 2011-
2015, (2)the influence of Filariasis Elimination Program on behavioraland environmental aspect. This
research usedqualitative method. Theinformants were 14.It consisted of2 keyinformants and 12 triangulation
informants. The results of researchwere(1) Filariasis Elimination Program implementation between2011-2015
in the Village Kuripan Yosorejo was appropiate with the regulations,(2) the changing of behavioral aspects in
the society were the behavioral of taking medication of filariasis while the behaviorof other prevention practices
(prevention of mosquitos bites and environmental management) and the environmental aspects (wire netting,
puddles on the waste water pipeline, bushes, water plants) were already good enough but not changed.
##plugins.themes.academic_pro.article.details##
References
Agustiantiningsih, D. 2013. Praktik Pencegahan Filariasis. Unnes Journal of Public Health . 8 (2): 190-197
Amelia, R. 2014. Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis. Unnes Journal of Public Health. 3 (1): 1-12
Ardias, Setiani, O., dan Hanani, Y. 2012. Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Sambas. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11 (2): 199-207
Dinkes Kota Pekalongan. 2014. Buku Saku Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013. Pekalongan:
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan Dirjen P2PL.2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis Di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Febrianto, B., Maharani, A., dan Widiarti. 2008. Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. 36(2): 48-58
Juriastuti, P., Kartika, M., Djaja, I.M., dan Susanna D.2010. Faktor Risiko Kejadian Filariasis Di Kelurahan Jati Sampurna. MAKARA KESEHATAN. 14 (1): 31-36
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 .Jakarta
Mardiana, Lestari, E.W., dan Perwitasari, D. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Filariasis di Indonesia (Data Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan. 10 (2): 83-92
Ompungsu, S.M., Tuti, S. Dan Hasugian, A.R. 2008. Endemisitas Filariasis dengan Lama Pengobatan Massal Berbeda. Majalah Kedokteran Indonesia. 58 (11): 413-420
Paiting,Y.S.,Setiani, O., dan Sulistyani.2012.Faktor Risiko Lingkungan dan Kebiasaan Penduduk Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Districk Windesi Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia . 11 (1):76-81
Ramadhani, T., dan Yunianto, B. 2009. Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah.Aspirator. 1 (1): 11-15
Riftiani, N., dan Soeyoko. 2010. Hubungan Sosiodemografi dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Pekalongan. KESMAS. 4 (1): 59-66
Santoso. 2011. Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kasus Filariasis di Masyarakat (Analisis Lanjut Hasil Riskesdas 2007). Aspirator. 3 (1): 1-7
Sipayung, M., Wahjuni, C.U., dan Devy, S.R.. 2014. Pengaruh Lingkungan Biologi dan Upaya Pelayanan Kesehatan Terhadap Kejadian Filariasis Limfatik di Kabupaten Sarmi. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2 (2): 263-273
Syuhada, Nurjazuli dan Endah, N., 2012. Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 11 (1): 95-101
Uloli, R., Soeyoko dan Sumarni. 2008. Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Filariasis. Berita Kedokteran Masyarakat. 24 (1): 44-50
Windiastuti,I.A., Suhartono dan Nurjazuli. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah, Sosial Ekonomi dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 12(1):51-5