PERJANJIAN TENTANG KEPEMILIKAN KAVLING TANAH MAKAM MODERN MOUNT CARMEL ANTARA PT PAGODA KARYA ABADI DENGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SEMARANG
Main Article Content
Abstract
Abstract
Pemakaman modern merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang belum begitu diatur dan diperhatikan oleh pemerintah. Keberadaan Mount Carmel menimbulkan masalah dengan pemerintah daerah Kabupaten Semarang. Setelah adanya pergantian tampuk pimpinan melalui Pemilukada pada tahun 2010, perijinan Mount Carmel dipermasalahkan oleh DPRD Kabupaten Semarang melalui Komisi D yang juga merupakan produk Pemilu tahun 2009. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perjanjian tanah makam tersebut dari perspektif hokum perjanjian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah yang dikemukakan DPRD Kabupaten Semarang adalah pengelolaan Mount Carmel “dinilai” tidak berijin. DPRD Kabupaten Semarang juga berargumen bahwa sesuai dengan PP dan Permendagri, kepemilikan lahan pemakaman hanya terbatas pada hak pakai dan memiliki ketentuan batas limit luas area. Selebihnya tidak dibenarkan pula pemakaman dikuasai oleh perorangan, serta tidak boleh bersifat komersial dan eksklusif. Akhirnya permasalahan tersebut memuncak dengan adanya rekomendasi dari DPRD kepada eksekutif guna menutup sementara pengelolaan Mount Carmel pada bulan Maret 2011 hingga pihak PT Pagoda Karya Abadi melengkapi persyaratan yang diberikan oleh DPRD.
Modern cemetery is one of the needs of people who have not been so arranged and cared for by the government. The existence of Mount Carmel to cause problems with the local government district of Semarang. After a change of leadership through the General Election in 2010, permitting offense by Mount Carmel Semarang Regency through the Commission D which is also a product of the 2009 election. This study aims to analyze the cemetery land deal from the perspective of contract law. The approach used is the juridical-normative approach. These results indicate that the problem raised Semarang Regency is the management of Mount Carmel ”judged” is not permitted. Semarang Regency also argued that according to the PP and Permendagri, cemetery land ownership is limited to the right to use and has provisions limit boundary area. The rest are not justified cemetery controlled by individuals, as well as commercial and should not be exclusive. Eventually these problems culminated with the recommendation of Parliament to the executive order to close the temporary management of Mount Carmel in March 2011 to the Pagoda PT Karya Abadi complete the requirements given by the Parliament.