SENGKETA KAWASAN HUTAN LINDUNG ANTARA PERHUTANI DENGAN MASYARAKAT DESA KEMLOKO KECAMATAN TEMBARAK KABUPATEN TEMANGGUNG
Main Article Content
Abstract
Penetapan status kawasan hutan Petak 23 KPH Kedu Utara seluas ± 141 hektar sebagai hutan lindung masih menjadi pro kontra di masyarakat sekitar kawasan tersebut. Masyarakat setempat mengklaim bahwa lahan kawasan hutan lidung tersebut merupakan lahan yang diperoleh secara turun temurun dari warisan nenek moyang mereka. Meski sudah ada Putusan MA, namun masih tetap terdapat kendala dalam pelaksanaannya. Latar belakang inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji tentang sengketa kawasan hutan lindung Petak 23 KPH Kedu Utara antara Perhutani dengan masyarakat Desa Kemloko Kecamatan Tembarak Kabupaten Temanggung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis mengenai sengketa kawasan hutan lindung Petak 23 KPH Kedu Utara antara Perhutani dengan masyarakat Desa Kemloko. Faktor yang melatar belakangi masyarakat tidak dapat menerima putusan MA, yaitu: masih adanya klaim dari masyarakat mengenai kepemilikan lahan di kawasan hutan lindung tersebut, adanya faktor ekonomi yang disebabkan karena tingginya tingkat kebutuhan masyarakat akan tanah, dan adanya anggapan masyarakat setempat tentang pengelolaan kawasan hutan lindung dengan cara mereka merupakan tindakan yang merusak hutan. Upaya Perhutani dalam pelaksanaan putusan MA di kawasan hutan lindung Petak 23 KPH Kedu Utara adalah mengadakan sosialisasi, pemberdayaan masyarakat setempat, serta melakukan monitoring dan evaluasi. Sedangkan hambatan yang dialami Perhutani dalam upaya pelaksanaan putusan MA di kawasan hutan lindung Petak 23 KPH Kedu Utara yakni lemahnya pemahaman masyarakat, dan adanya stigma buruk mengenai Perhutani.
Â
Determination of the status of forest plots 23 KPH North Kedu of ± 141 acres as protected forests still be pros and cons in communities around the region. Local people claim that the land is a an area of protected forests land acquired for generations of their heritage. Although there have been the Supreme Court ruling, but still there are problems in implementation . It is necessary to research conducted by the authors to examine the disputed area of protected forests of plots 23 KPH North Kedu between Perhutani with villagers Kemloko Tembarak District of Temanggung County. Based on the result of research by the author of the disputed area of ​​protected forests of plots 23 KPH North Kedu between Perhutani with Kemloko villagers, it is known that the factors underlying the background factors people can not accept the Supreme Court ruling, there are: the persistence of the claims of the public regarding land ownership in the region the protected forests, the existence of economic factors caused by the high level of community need for land, and the notion of local communities on forest management protected by the way they are not acts that destroy the forest. Perhutani efforts in the implementation of the Supreme Court ruling in the protected forests of plots 23 KPH North Kedu is the socialization, empowerment of local communities, as well as monitoring and evaluation. While the barriers experienced in the implementation of forestry the Supreme Court ruling in the ​​protected forest of plots 23 KPH North Kedu the lack of the public understanding, and the bad stigma about Perhutani
Article Details
References
Moleong, Lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosedakarja.
Widnyana, Made. 2007. Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR). Jakarta: Indonesia Business Law Center.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan Dan Penggunaan Kawasan Hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menhut-II/2009 Tentang Penegasan Status Dan Fungsi Kawasan Hutan.
Surat Keputusan Direksi Nomor 136/KPTS/Dir/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat.