UPAYA PENGEMBALIAN ASET KORUPSI YANG BERADA DI LUAR NEGERI (ASSET RECOVERY) DALAM PENEGAKAN HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Ridwan Arifin, Indah Sri Utari, Herry Subondo

Abstract

Keberhasilan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Tren korupsi yang lintas negara dan melibatkan banyak aktor, menyebabkan upaya pengembalian aset (asset recovery) menjadi tidak mudah. Paper ini bertujuan untuk mengkaji tiga hal penting, yakni: (1) upaya pengembalian aset hasil korupsi yang berada di luar negeri, (2) peran lembaga negara dan aparat penegak hukum, dan (3) faktor hambatannya. Penelitian paper ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, penelitian kualitatif dengan spesifikasi penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan dokumentasi. Paper ini menggarisbawahi bahwa p pengembalian aset dapat dilakukan melalui jalur formal dengan MLA dan informal melalui hubungan diplomatik. Tahap pengembalian aset terdiri atas: (1) identifikasi dan penelusuran, (2) proses hukum, dan (3) perampasan aset. Hambatan dalam pengembalian aset meliputi sistem hukum yang berbeda, lemahnya putusan hakim, kemauan politik pemerintah, dan berlakunya asas kerahasiaan bank di beberapa negara. Permasalahan yang muncul dalam pengembalian aset bisa diatasi dengan perjanjian bilateral, meningkatkan kompetensi aparat penegak hukum, dan memantapkan aturan dan sarana prasarana pendukung. Peran pemerintah baik Kejaksaan Agung, NCB Interpol Indonesia, KPK, Kemenkumham, dan Kemenlu, semuanya saling mendukung satu sama lain dalam upaya pengembalian aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Paper ini menyimpulkan bahwa dalam pengembalian aset membutuhkan kerjasama antar lembaga dan aparat penegak hukum baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.

One of aimed indicators on corruption eradication in Indonesia is the successful of assets recovery. Trend of corruption that cross border nations and involved many actors caused the assets recovery process was not easy to be done. This paper would examine three main points: (1) the effort of corrupted asset which save abroad; (2) roles of state institutions and law enforcement officers on assets recovery; and (3) the obstacles on assets recovery. The paper used a socio-legal approach, qualitative research with descriptive analytical research specifications, and techniques of data collection through interviews and documentation methods. This paper was underlined that assets recovery can be optimized by two ways, one of formal track through MLA and other is informal track with diplomatic relations. The process of assets recovery started from (1) identify and trace, (2) legal proceedings, and until (3) repatriate. The obstacles on asset recovery was concerning to a different legal system, a weakness of judicial verdict, good and political will of government, and the implementation of bank secrecy principle in some countries. Some problems faced in assets recovery process resolved by conducting bilateral agreements, improving the competence of law enforcement officers, and establishing the rules and supporting infrastructure. The roles of government, whether it’s Attorney General, National Central Bureau Interpol Indonesia, KPK, Kemenkumham, or Kemenlu, all of which mutually support one another in an effort to return the assets in accordance with the rules of the applicable law. This paper concluded that the asset recovery requires cooperation between institutions and law enforcement agencies both within and outside the country.

Full Text:

PDF

References

Anonim. 2000. Kasus BLBI Jelas Rugikan Negara.Berita Nasional. KOMPAS, 3 Februari. Hlm. 1.

Anonim. 2008. Indonesia Minta Pendampingan Pengembalian Aset. Berita Nasional. BALI POST, 30 Januari. Hlm. 2.

Anonim. 2012. Kasus Pelarian Aset Koruptor ke Luar Negeri.Berita Nasional. KOMPAS, 11 September. Hlm. 1.

Ashari, Adi. 2007. “Peran Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Penyitaan dan Perampasan Aset Korupsi”. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 4 No. 1 Maret. Hlm. 104-136.

Darley, John M. 2005. “The Cognitive and Social Psychology of Contagious Organizational Corruption”. Brooklyn Law Review, Vol. 70: 4. pp. 1177-1190.

Greenberg, Theodore S. et al. 2009. Stolen Asset Recovery: Good Practice Guide untuk Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non-Conviction Based/NCB Asset Forfeiture). Washington DC, USA: Bank Internasional Rekonstruksi dan Pengembangan/Bank Dunia. The World Bank.

Gunarsih, Yenti. 2011. Penegak Hukum Harus Paham Asset Recovery. Berita Nasional Tentang Hukum Edisi Online. Online tersedia: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4ea0302d324cf/penegak-hukum-harus-paham-iasset-recoveryi [diakses 13 Desember 2012].

Iskandar, Eka. S. 2008. Model Ideal Pengembalian Aset Hasil Korupsi.Artikel Hukum Online edisi 14 Agustus 2008. ISSN 1979-9373. Online tersedia: http://gagasanhukum.wordpress.com/tag/model-ideal-pengembablian-aset-hasil-korupsi/ [diakses 10 Mei 2012].

Isra, Saldi. 2008. “Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional”. Makalah disampaikan dalam Lokakarya tentang Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Korupsi, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dan Kanwil Depkumham Prov. Jawa Tengah, tanggal 22 Mei 2008, di Semarang.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2011. Buku Laporan 4 Tahunan KPK. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kumpulan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana. 2007. Yogyakarta: Laboratorium Pusat Data Hukum Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Levi, Michael. 2004. Tracing and Recovering the Proceeds of Crime. Wales UK: Tbilisi Georgia Cardiff University.

Santoso, Budi. 2009. Tracing the Proceeds of Corruption: an Indonesian Perspective. tanpa penerbit.

Soedarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Penerbit Alumni.

Soekanto, Soeryono. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT Rajawali.

Supradiono, Giri. 2012. Developing International Cooperation A Need for Expediting Mutual Legal Assistance. Jurnal Opinio Juris. Vol 11 Mei-Agustus. Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Hlm. 66.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2011. Jakarta: Sinar Grafika.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2006. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2006. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2000. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption Tahun 2003. 2004. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Utama, Paku. 2008. Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama Internasional. Artikel Online tersedia: http://hukumonline.com/berita/baca/hol19356/terobosan-unac-dalam-pengembalian-aset-korupsi-melalui-kerjasama-internasional [diakses 10 Mei 2012].

----------------------. 2012. Asset Recovery: The Endless Fight. Jurnal Opinio Juris. Vol 11 Mei-Agustus. Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Hlm.7-9.

Vlasis, Dimitri. 2003. The United Nations Convention Against Corruption, Overview of Its Contents and Future Action. Resource Material Series No. 66. p. 118.

Wulansari, Eka Martiana. 2010. “Mekanisme Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 7 No. 4 Desember. Hlm. 647-715.

Yanuar, Purwaning M. 2007. Pengembalian Aset Hasil Korupsi berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Alumni.

Yunus, Muhammad. 2012. Implementasi Rezim Anti Money Laundering dalam Mendukung Ekonomi Bebas Korupsi. Makalah disampaikan Seminar Nasional Konferensi Ekonomi Bebas Korupsi Fakultas Hukum UGM, tanggal 6 Oktober 2012, di Yogyakarta.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.