Wewenang dan Hambatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pelaksanaan Upaya Paksa terhadap Pelanggaran Kasus Asusila

Yudistira Rusydi(1),


(1) Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam kasus asusila dengan mengambil studi kasus di Kota Palembang. Data yang digunakan adalah data Primer yang dikumpulkan melalui metode wawancara dengan Satuan Polisi Pamong Praja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penyidik Sipil memiliki beberapa wewenang, yaitu: menerima laporan atau pengaduan dari individu tentang tindak pidana, Mengambil sidik jari jari dan menembak seseorang, Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, membawa ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan kasus ini, penghentian penyelidikan setelah menerima instruksi dari penyidik bahwa ada cukup bukti dan bukan merupakan tindak pidana, melakukan tindakan lain yang secara hukum dapat dibenarkan. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian Kota untuk kasus yang terjadi di Kota Palembang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan preventif melalui penyuluhan, bimbingan, pelatihan, pengawasan dan bantuan pembinaan, baik perorangan maupun kelompok orang diyakini sebagai sumber munculnya pengemis galandangan dan Pelacur. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil menghadapi sejumlah kendala, seperti faktor undang-undang, dimana kewenangan yang dimiliki oleh Polisi Pamong Praja dalam konteks penegakan hukum terbatas pada non-yudisial, seperti hanya terbatas pada pelaksanaan dan penegakan peraturan daerah. Selain itu, faktor yang paling berpengaruh dalam menegakkan hukum adalah faktor penegak hukum khususnya menyangkut kemampuan dan profesioanlitasnya.


This study aims to analyze the Civil Servant authority in investigating the immoral cases and their barriers. This study takes a case in the city of Palembang. The data used is Primary data were collected through interviews with the Civil Service Police Unit. The results of this study indicate that the Civil Investigators have some authority, namely: to receive reports or complaints from individuals regarding the crime, taking finger prints and shoot someone, Calling people to be heard and questioned as a suspect or witness, bringing experts in conjunction with the examination of this case, termination of the investigation after receiving instructions from the investigator that there is sufficient evidence and is not a criminal offense, other actions that may be legally justified. Moreover, in the framework of the implementation of the City police function for the case in Palembang, Civil Servant Investigators also have the authority to take preventive measures through counseling, guidance, training, supervision and coaching support, both individuals and groups of people believed to be the source of the emergence of a beggar galandangan and Prostitutes. In carrying out these duties, Civil Servant Investigators face a number of obstacles, such as legislation factor, where the authority of the Municipal Police in the context of law enforcement is limited to non-judicial, as only limited to the implementation and enforcement of local regulations. In addition, the most influential factor in enforcing the law is a factor, especially regarding the ability of law enforcement and profesioanlitasnya.

Full Text:

PDF

References

Amin, Tatang M. 1986. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: CV Rajawali.

Efendi, Lutfi. 2004. Pokok-pokok Hukum Admnistrasi Negara. Malang: PT.Bayu Media Publishing.

Hadjon, Philiphus M. 2001. Pengantar Hukum Admnistrasi Indonesi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1989. Cetakan Pertama Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.

Prasodjo, Eko. 2006. Hukum Admnistrasi Negara tentang Kewenangan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rahardjo, Satjipto. 1981. Hukum, Masyarakat & Pembangunan. Bandung: Alumni.

Rahardjo, Satjipto. 2005. Studi Kepolisian Indonesia, Metodologi dan Subtantif. Makalah Simposium Nasional Polisi. Semarang.

Restuningsih, Diah. 2004. Teori Kewenangan. Jakarta: Sinar Grafika.

Reza, Muhammad. 2008. Fungsi dan Wewenang Polisi Pamong Praja. Yogyakarta: GAMA Press.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2003. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2004. Pokok-pokok Sosiologi Hukum (edisi Revisi). Jakarta: Bina Cipta.

Soemitro, Roni Hanityo. 2000. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Cetakan IV. Bandung: Ghalia Indonesia.

Wahid, Abdul. 2005. Hukum Suksesi dan Arogansi Kekuasaan. Bandung: Tarsit.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap Opersional Satuan Polisi Pamong Praja.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pedoman Pakaian dan Perlengkapan, Satuan Polisi Pamong Praja.

Peraturan Walikota Palembang nomor 18 tahun 2007 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat, Satuan Polisi Pamong Praja dan Lembaga Teknis Daerah dalam Kota Palembang.

Peraturan Walikota Palembang nomor 45 tahun 2009 tentang Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang.

www hukum online. Hairus Salim, Polisi Pamong Praja dan Reformasi Sektor Keamanan, diakses 15 Maret 2012.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.