Reactualization of the Pancasila Ideology in the Spirit of Moral Law Formation
Main Article Content
Abstract
Hukum yang dibuat oleh pemerintah cenderung kepada hukum tidak bermoral. Alih-alih ditujukan untuk keadilan dan kepastian di masyarakat, hukum yang dibuat justru hanya untuk melindungi kaum-kaum pemodal dan kolega pemerintahan. Masyarakat kerapkali dirugikan hak-hak konstitusionalnya akibat hukum yang diundangkan pemerintah. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya perkara judicial review di mahkamah konstitusi yang diputus dengan amar putusan mengabulkan baik sebagian maupun seluruhnya. Padahal, Hukum yang bermoral selalu dibuat oleh lembaga yang bermoral juga. Jika nyatanya banyak hukum yang mereduksi hak-hak masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa pembentuk hukum sebenarnya tidak memiliki moral yang baik untuk membuat hukum. Pancasila sebagai bintang penuntun (leistar) sebenarnya telah memberikan pedoman untuk membentuk hukum yang bermoral yang partisipatif dan aspiratif melalui mekanisme demokrasi permusyawaratan. Hukum disebut bermoral jika bermuara dan berlandaskan pada ideologi pancasila. Oleh sebab itu perlu adanya aktualisasi kembali, penghayatan kembali dan pemahaman kembali ideologi Pancasila bagi para pembentuk hukum dan bagi lembaga pembentuk hukum agar menghasilkan hukum yang bermoral, sehingga hukum yang dibentuk nantinya dapat menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Article Details
All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Author(s) are retain the copyrights of the Article. However, before publishing, it is required to obtain written confirmation from Author(s) in order to ensure the originality (Author Statement of Originality). The statement is to be signed by at least one of the authors who have obtained the assent of the co-author(s) where applicable.This work licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0)